JJ Amstrong Sebut Perpanjangan Masa Jabatan KPK Bersifat Multitafsir dan Problematik
Dengan begitu, MK diduga secara tidak langsung juga terseret ke dalam muatan politik praktis. Apalagi, putusan berlakunya masa jabatan lima tahun ini juga ditujukan kepada Dewan Pengawas KPK yang tentu bisa menimbulkan konflik kepentingan.
Merujuk pada pertimbangan hakim, lanjut JJ Amstrong, pada halaman 117 tafsirnya adalah memberikan kepastian hukum kepada panitia seleksi (pansel) untuk segera bekerja. Tetapi putusan MK tidak bisa ditafsirkan sendiri, sebab putusan itu tidak boleh berlaku surut.
"Dalam struktur manajemen tentunya menjadi tidak make sense, karena jika jabatan Firli cs ditambah satu tahun lagi. Ini kacau semua anggaran sampai rencana kegiatan. Hal itu juga dapat membuktikan perencanaan yang sudah dipersiapkan menandakan tidak valid, tersistematis dan terstruktur," duga JJ Amstrong.
JJ Amstrong percaya, gugatan yang diajukan oleh Nurul Ghufron berkaitan dengan kepentingan pribadinya, yaitu mengenai masalah minimal umur pimpinan KPK. Kemudian, setelah itu diajukan, di tengah jalan, Nurul Ghufron memasukkan kembali gugatan yang berkaitan dengan masa jabatan pimpinan KPK.
"Gugatan Nurul Ghufron mengandung yang kita sebut di dalam hukum, conflict of interest (konflik kepentingan) karena pemohon mengajukan berkaitan dengan kepentingan pribadi versus ketentuan aturan hukum KPK," dia menandasi.
Diketahui, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama empat tahun adalah inkonstitusional dan diputuskan untuk diubah menjadi lima tahun.
Putusan tersebut dibacakan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dalam sidang pengucapan ketetapan dan putusan yang disiarkan di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI, dipantau di Jakarta, hari ini Kamis (25/5).
Anwar Usman menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang semula berbunyi, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Memegang Jabatan Selama Empat Tahun" bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan demikian, pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.