Jokowi-Kiai Ma'ruf dan Daya Saing Indonesia
Khusus untuk Indonesia, tahun ini peningkatan tampak pada tujuh pilar, yaitu dinamika bisnis, infrastruktur, institusi, kemampuan inovasi, sistem keuangan, stabilitas makroekonomi, dan ukuran pasar.
Lima pilar lain mengalami penurunan, yaitu adopsi ICT (information and communication technologies/teknologi informasi dan komunikasi), kesehatan, keterampilan, pasar tenaga kerja, dan produk.
Dari pilar infrastruktur, WEF melaporkan ada kenaikan skor dari 66,8 menjadi 67,7 pada tahun ini. Peningkatan itu lumrah mengingat pemerintahan Jokowi-JK begitu gencar membangun infrastruktur pada periode kepemimpinan 2014-2019.
Khusus untuk tahun ini, anggaran infrastruktur mencapai Rp 415 triliun atau naik tajam 62 persen dibandingkan tahun 2015 yang tercatat Rp 256,1 triliun.
Hasilnya sebagaimana dijelaskan tampak dalam laporan WEF. Misalnya kualitas jalan meningkat dari skor 48,1 (2018) menjadi 52,6 pada tahun ini. Pun konektivitas jalan yang melesat dari 34,6 menjadi 59,8.
Namun, patut dicatat bahwa gencarnya pembangunan infrastruktur belum membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat. Rata-rata ekonomi di era Jokowi-JK tumbuh pada kisaran 5 persenan.
Kendati demikian, masifnya pembangunan infrastruktur itu tentu merupakan modal yang baik memasuki periode kedua Jokowi. Diharapkan infrastruktur-infrastruktur yang ada tidak hanya menjadi alat pemerataan pembangunan saja, melainkan juga lahirnya kawasan-kawasan industri berbasis manufaktur.
Mengapa itu penting? Ini karena industri dengan klasifikasi itu teramat dibutuhkan oleh pemerintah di saat ketidakpastian global seperti sekarang telah berdampak negatif kepada perekonomian.