Kasus Dugaan Gratifikasi Kaesang: Independensi Hukum di Tengah Dekadensi Moral, Etika, dan Integritas
Oleh: DR. I Wayan Sudirta, S.H, M.H - Anggota Komisi III DPR RINamun, malah seperti mencoba menyalahkan orang lain juga. Tindakan ini bukan tindakan etis dan bijaksana apabila benar bahwa keterangan tersebut semata hanya untuk membela Kaesang dan keluarga Presiden, dengan menyamakan dengan yang lain seolah itu sama dan wajar atau sama buruknya.
Memahami Logika dalam Gratifikasi
Gratifikasi adalah salah satu kelompok dalam tindak pidana korupsi yang diatur dalam undang-undang.
KPK telah membagi 30 perbuatan korupsi yang kemudian dikelompokkan dalam tujuh kelompok tindak pidana korupsi tersebut adalah suap-menyuap, perbuatan merugikan negara, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan, pengadaan, dan gratifikasi.
Aturan tentang gratifikasi telah diatur dalam Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Perbuatan oleh pengusahan tersebut bisa jadi dikategorikan sebagai gratifikasi terhadap Presiden dan keluarganya, sebagaimana diatur juga dalam TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 sebagaimana juga disampaikan oleh Prof Jimly Ashiddique.
Menurut Beliau, gratifikasi memang belum masuk isu tipikor atau suap, namun mengingatkan bahwa menurut TAP MPR, korupsi keluarga pejabat juga dapat diperiksa oleh aparat penegak hukum.
Kaesang memang bukan Pejabat Penyelenggara, namun ia adalah adik Walikota Solo dan anak dari Presiden RI.