Kasus Kabasarnas, Pimpinan KPK Johanis Tanak Disentil Koalisi Masyarakat Sipil
Kewenangan KPK diperkuat oleh KUHAP Pasal 89 Ayat (1) di mana tindak pidana yang dilakukan oleh mereka yang secara bersama-sama di bawah lingkungan peradilan umum maupun Peradilan Militer diadili melalui proses peradilan umum.
"Prosesnya sudah klir, cuma masalahnya informasinya seolah-olah penegak hukum yang menangani di KPK dianggap salah dan itu dijustifikasi sayangnya oleh pimpinan KPK Johanis Tanak," ujar Agus.
Menurut dia, sebetulnya juga sudah jelas karena penyidik dan penyelidik di KPK itu bekerja berdasarkan perintah pimpinan, sehingga tidak mungkin penyidik menetapkan sendiri seseorang jadi tersangka. Begitu pula tidak ada OTT tanpa adanya perintah dari pimpinan.
"Jadi, menurut saya dewan pengawas itu seharusnya bisa inisiatif untuk segera melakukan pemeriksaan kepada Johanis Tanak, karena ini menjadi persoalan dan merusak informasi dan penegak hukum yang sedang dilakukan oleh KPK," tegasnya.
Dalam forum itu, M. Islah dari WALHI menyampaikan bahwa korupsi yang diduga dilakukan oleh Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi sebetulnya memiliki dampak yang sangat serius, karena Indonesia merupakan negara dengan potensi tingkat bencana alam yang sangat tinggi.
"Jika salah urus, apalagi terjadi korupsi tentu akan sangat merugikan rakyat di Indonesia yang terancam menjadi korban bencana alam," ucapnya.
Islah mengatakan yang paling dibutuhkan sebenarnya adalah profesionalitas dalam memimpin sebuah lembaga atau instansi.
Dia menyebut situasi hari ini justru membuat seolah-olah TNI itu sangat dibutuhkan dalam penanganan berbagai persoalan di Indonesia, bahkan di soal pangan tentara juga masuk, hampir di seluruh sektor tentara juga terlibat.