Kasus Kusumayati, KAI Soroti Tak Adanya Kepastian Hukum untuk Korban
Erman pun berharap pihak jaksa penuntut umum tidak lagi terus menerus memaksakan untuk mengajukan upaya perdamaian jika kedua belah pihak yang berkonflik lebih memilih upaya hukum.
"Itu ada batasnya jangan dipaksa karena keputusan semua ada di hakimnya. Yang penting ada kepastian karena rasa keadilannya harus tetap dikedepankan," tandasnya.
Sementara itu, Kapuspenkum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengakui bahwa sebenarnya pihaknya sudah menerima rencana penuntutan Kusumayati yang sidangnya sudah beberapa kali tertunda.
Dimana terdakwa Kusumayati sebelumnya dilaporkan atas dugaan pemalsuan tanda tangan anaknya Stephanie, dengan pasal 263 KHUP, di mana pasal tersebut masuk dalam klasifikasi tindak pidana berat.
"Yang pasti rentutnya sudah di kejaksaan. Makanya pimpinan Jampidum memerintahkan kajari kajati. Mungkin secara formal okelah, tapi apa itu penyelesaian yang paling baik," kata Harli Siregar.
Sementara itu, aktivis hukum Karawang, Abad Badjuri sebelumnya menilai perlakuan terdakwa dalam proses peradilan yang menimpa terdakwa lain, justru tidak seperti yang dinikmati terdakwa Kusumayati.
“Coba kita bandingkan dengan terdakwa lain, misalnya ibu-ibu dipenjara akibat demo menolak pabrik minyak kelapa sawit di Sumatera Utara, video nya sampe viral meluk anaknya dibalik jeruji besi, padahal ini unjuk rasa yang diatur oleh Undang-Undang, ibu itu tetap diproses hukum, dan dipenjara lagi. Kenapa Kusumayati tidak,” ucap Abad beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut diterangkan Abad, contoh kasus lain juga seperti yang dialami Nenek Minah warga Banyumas, Jawa Tengah, yang dituduh mencuri tiga buah kakao dari Perkebunan Rumpun Sari Antan, yang terjadi pada tahun 2009 lalu.