Kebakaran Dua Tahun Lalu Bikin Penasaran Tamu
Setelah menyampaikan beberapa aturan, Yohannes menunjukkan area yang menjadi tempat berkumpulnya warga Wologai. Luasnya lebih dari 2.000 meter persegi. Di lahan itu berdiri sao (rumah adat) yang membentuk lingkaran. Lalu, di tengahnya terdapat dataran yang lebih tinggi dengan dikelilingi tumpukan batu.
Tumpukan batu tersebut diyakini sudah ada sejak zaman nenek moyang. Sebab, itu bukan sekadar tumpukan batu tanpa fungsi, melainkan makam para mosalaki.
”Di sekitar inilah para mosalaki dimakamkan,” jelas dia.
Kemudian, dataran di atas makam merupakan tempat berkumpulnya warga Wologai ketika upacara adat. Luas dataran itu sekitar 200 meter persegi. Di situ terdapat rumah mosalaki dan berbagai sarana upacara adat. Selain di lapangan tersebut, warga mengikuti upacara di tebing-tebing di atasnya.
”Pokoknya, bila ada upacara adat, semua warga keluar. Mereka bisa mengikuti upacara dari mana saja,” kata Yohannes sambil mengatakan bahwa jumlah warga Wologai mencapai 15 ribu orang.
Di dataran tersebut juga terdapat gazebo kecil berukuran 1 x 1,5 meter. Di gazebo itulah mosalaki memimpin upacara adat. Ada pula batu yang tertancap menjulang ke atas. Batu tersebut menjadi simbol penghormatan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Tidak sembarang orang boleh memasuki dataran tersebut. Hanya pengurus adat yang boleh menginjakkan kaki. Masyarakat biasa baru bisa masuk saat ada upacara adat saja. Sedangkan para wisatawan yang berkunjung ke tempat itu hanya boleh melihat dari kejauhan.
”Bila aturan tersebut dilanggar, bakal terjadi musibah yang menyengsarakan warga. Karena itu, tidak ada warga yang berani melanggarnya,” papar dia.