Kedudukan Putusan MK Dalam Pembahasan RUU Tentang Pilkada
Oleh: DR. I Wayan Sudirta, SH, MH - Anggota Komisi III DPR RI/Fraksi PDI-PerjuanganHal ini mengingatkan kita pada pernyataan pihak yang sedang berkuasa atau berkepentingan saat itu, yang mengatakan bahwa seluruh pihak harus menghormati putusan MK, namun saat ini justru melanggar atau menyimpang dari Putusan MK yang notabene adalah ketentuan.
Oleh sebab itu, apabila dalam sebuah pembahasan RUU terdapat penyimpangan substansi terhadap Putusan MK, maka hal ini tentu akan menjadi preseden yang buruk dalam kehidupan demokrasi, hukum, maupun ketatanegaraan kita.
Indonesia adalah negara hukum sebagaimana termaktub dalam Pasal 27 ayat (1) UUD NRI 1945. Segala warga negara dengan segala kedudukannya wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan. Artinya supremasi hukum merupakan dasar untuk menjalankan sistem pemerintahan yang baik.
Lebih jauh lagi, dalam hal ini Putusan MK Nomor 60 tersebut tidak mengandung sebuah hal yang melanggar moralitas maupun etika dan nilai-nilai dalam peri-kehidupan berbangsa dan bernegara yang menjunjung tinggi falsafah Pancasila dan UUD 1945. Justru putusan ini dianggap dapat meningkatkan kehidupan demokratis.
Oleh sebab itu, pengaturan dalam UU Pilkada seharusnya mengikuti dan harmonis dengan Putusan MK. Ketentuan ini selanjutnya akan menjadi cermin kehidupan demokrasi dan penyelenggaraan otonomi daerah yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di Indonesia.
Masyarakat tentu berharap bahwa ketentuan dalam RUU Pilkada tidak kemudian “DIPOLITISASI” untuk kepentingan tertentu yang nantinya justru merugikan masyarakat, terutama dalam memilih calon pemimpinnya.
Masyarakat harus diberi keleluasaan dalam memilih dan diberi pilihan yang tepat dalam format kebebasan dalam hak politik yang sesuai dengan nilai-nilai demokrasi dan ketentuan perundang-undangan. Lebih jauh lagi tidak boleh sebuah undang-undang atau ketentuan dibuat secara parsial atau untuk menguntungkan salah satu pihak, apalagi hanya menjadi bentuk “perlawanan” terhadap supremasi hukum.
Falsafah Pancasila dan UUD NRI 1945 yang mendasari aturan perundang-undangan telah menjamin bahwa lembaga yudikatif dijalankan secara independen. Bentuk penghormatannya, tentu seluruh pihak harus menghormati dan menjalankan putusan tersebut seperti ketentuan atau undang-undang yang mengikat.