Pakar teknologi dan hukum, Profesor Katina Michael mengatakan sekitar 50 persen populasi Australia telah memiliki semacam biometrik visual tersimpan dalam database yang dapat diakses secara nasional. Namun dengan digunakannya kartu izin pengemudi akan menyebabkan lebih banyak data pribadi warga yang tersimpan dan membuat jumlahnya naik 80 persen.
Profesor Michael mengatakan salah satu risiko terbesar dari pengumpulan data biometrik adalah bukan penyalahgunaan yang tidak disengaja oleh kepolisian federal Australia (AFP), agen intelijen Australia (ASIO), atau agen pemerintah lainnya, melainkan kerentanan cara kerja biometrik yang rentan.
"Ini bukan seperti Anda memasukan wajah seseorang kemudian mengatakan, 'mereka adalah tersangka'," kata Profesor Michael.
"Tapi yang kita dapatkan adalah sejumlah kemungkinan... mungkin ada 15, 20, 30, atau bahkan 50 kemiripan."
Jadi, yang akan didapatkan bukan satu orang yang akan ditangkap, melainkan 50 orang yang tak bersalah menjadi tersangka.
Profesor Michael menjelaskan ini berarti bahwa meski nama seseorang bisa dipulihkan seiring waktu jika terbukti tidak bersalah, tapi masih ada dalam database yang terkait penyelidikan kriminal.
Profesor Michael mengatakan metode pengawasan modern yang digunakan penegak hukum tidak hanya terbatas pada CCTV. Mereka juga sekarang bisa memasukkan sejumlah besar metadata dan jejaring sosial, yang mengarah ke konsep dengan sebutan "uberveillance" di mana orang-orang dipantau secara terus menerus.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News