Kemendikbud Diminta Luruskan Soal Syarat Publikasi Terindeks Scopus
jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI meluruskan soal kewajiban bagi peneliti dan dosen memuublikasikan penelitian ilmiah ke dalam jurnal internasional yang terindeks scopus.
“Dalam perundangan tidak bunyi demikian, seharusnya kampus tidak memaksakan harus daftar dan mempublikasikan dalam scopus,” kata Fikri dalam keterangan persnya, Selasa (25/2).
Fikri mengutip sumber hukum dari dua undang-undang yang mewajibkan adanya penelitian harus dipublikasikan, yakni UU nomor 12 tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi dan UU Nomor 11 tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
“Disebutkan penelitian dipublikasikan pada jurnal ilmiah yang terakreditasi dan atau buku yang diterbitkan perguruan tinggi atau penerbit lain dengan ISBN,” jelas dia mengutip penjelasan Pasal 46 ayat (2) UU nomor 12/ 2012.
Jadi, menurutnya, keharusan mempublikasikan ke dalam jurnal internasional yang terindeks scopus adalah sebuah kekeliruan menerjemahkan peraturan.
“Mungkin awalnya pernah ada aturan setingkat permen, tapi kemudian sudah direvisi,” imbuh Fikri.
Dirinya menyebut Peraturan Menteri Ristek-DIkti Nomor 20 tahun 2017 tentang pemberian tunjangan profesi dosen dan tunjangan kehormatan profesor yang merupakan revisi terakhir. Dalam Permen tersebut, syarat pemberian tunjangan salah satunya dengan penerbitan publikasi ilmiah dalam jurnal internasional bereputasi. “Sekali lagi, tidak ada kewajiban harus scopus,” tambah Fikri.
Fikri mengakui adanya laporan soal kewajiban publikasi ilmiah yang harus terindeks scopus masih ditemui di lapangan oleh para pembimbing penelitian ataupun pihak kampus.