Keren, Alat Deteksi DBD Ini Inovatif dengan Harga Terjangkau
"Jadi alat ini lebih efektif dipakai sehari atau dua hari demam. Kalau demam tidak turun-turun meski sudah minum obat penurun panas, langsung pakai alatnya," ucapnya.
Menurut Irvan, alat ini sengaja dibuat untuk mendeteksi DBD sejak dini. Sebab banyak masyarakat yang terlambat menyadari bila kena DBD. Mereka datang di masa kritis, karena deteksi DBD yang digunakan dunia kedokteran, bisa terlihat setelah demam lebih dari tiga hari.
Deteksi di atas tiga hari, lanjut Irvan, terlalu lama. Padahal sehari demam, bisa diketahui apakah pasien positif DBD atau tidak.
Irvan mengklaim, alat deteksi DBD temuannya, memiliki tingkat keakuratan 98 persen. Lantaran menggunakan virus-virus nyamuk Aedes aegypti di seluruh Indonesia.
"Virus nyamuk dari Sabang sampai Merauke ini diambil kemudian dibuat anti DNA. Setelah itu dimasukkan ke dalam mikroba yang menghasilkan anti DNA," tuturnya.
Butuh tiga tahun bagi Irvan untuk menciptakan Kit Diagnostik DBD. Selain membuat alat deteksi DBD (antigen), Irvan juga berhasil meneliti antibodi untuk penderita DBD yang diberi nama IgG/IgM. Alat ini digunakan setelah pasien mengalami lima hari demam.
Dia menceritakan, latar belakangnya menciptakan alat tersebut karena prihatin melihat wabah DBD di Indonesia masih sangat tinggi. Pada 2017, pasien yang meninggal 126 orang meninggal dunia dari total 12.600 penderita.
Angka kematian ini bisa dikurangi dengan penerapan deteksi dini dan penanganan tepat. Uji laboratorium digunakan untuk mengkonfirmasi infeksi DBD.