Ketika Sandal, Helm, Botol dan Batu Antre Pencetakan e-KTP
jpnn.com, CIREBON - Antrean pencetakan e-KTP di kantor Disdukcapil Kabupaten Cirebon, Rabu (20/12) kemarin sungguh menarik perhatian. Warga antre pencetakan e-KTP sejak pukul 02.00 WIB. Uniknya, mereka antre dengan sandal, helm, botol air mineral, bahkan batu.
Anto (28), warga Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon, termasuk yang harus antre sejak pagi. Rumahnya yang dekat dengan kantor Disdukcapil, membuat Anto datang setelah salat subuh.
“Saya datang setelah salat subuh. Tapi ya sama saja, antrean sudah panjang. Karena yang ingin melakukan pencetakan e-KTP dari berbagai desa. Apalagi warga yang rumahnya jauh,” ujar Anto saat ditemui Radar Cirebon di halaman kantor Disdukcapil.
Untuk menghilangkah lelah saat antrean panjang, maka warga pun inisiatif membuat kesepakatan menggunakan antrean dengan meletakkan sandal, helm, batu, botol air mineral dan atau benda lainnya. “Itu (menaruh sandal dan batu, red) sudah kesepakatan. Alhamdulillah antrean jadi tertib. Saya sendiri mendapat nomor antrean 19,” terangnya.
Dia menyampaikan, antrean dengan menggunakan barang-barang tersebut akan hilang ketika pukul 06.00 pagi. “Ketika jam 06.00, semua kembali seperti semula. Setelah warga mendapatkan nomor antrean, mereka pun meninggalkan kantor disdukcapil untuk menunggu panggilan nomor antrean sambil sarapan pagi,” ucap Anto.
Senada dengan Anto, Mahmud (31) mengaku harus datang pukul 03.00 pagi. Itu dia lakukan untuk sampai di kantor Disdukcapil demi mendapatkan antrean pencetakan e-KTP. “Kalau datangnya telat, saya gak dapat nomor antrean. Rumah saya kan jauh,” ujar warga Losari, Kabupaten Cirebon itu.
Kepala Disdukcapil Kabupaten Cirebon Mohammad Syafrudin mengatakan antrean panjang oleh masyarakat yang menggunakan sandal dan helm memang tergolong unik. Dia mengatakan pihaknya tidak pernah meminta masyarakat untuk melakukan antrean seperti itu.
“Memang untuk pengambilan e-KTP harus sendiri, tidak boleh diwakilkan. Karena proses pengambilan harus menggunakan sidik jari orang yang bersangkutan. Kaitan dengan antrean sendiri, mungkin karena mereka ingin lebih tertib dan tidak mau capek berdiri. Sehingga, pola antrean mereka seperti itu. Mungkin itu sudah kesepakatan warga,” kata Syafrudin.