Kisah Ayah yang Sulit Sekolahkan Anak karena Ditolak
Suwanto akhirnya mendaftarkan anaknya ke SD swasta. Lokasinya hanya berjarak beberapa jengkal dari rumah majikannya.
Memasukkan Nita ke sekolah swasta menjadi jalan terakhir. Sebab, Suwanto tahu konsekuensinya.
Apa lagi jika bukan biaya pendidikan. Di sekolah swasta itu, Suwanto harus membayar uang pangkal Rp 800 ribu plus biaya pendidikan Rp 110 ribu.
Begitu curhatannya dimuat surat pembaca Jawa Pos, respons pun berdatangan dari banyak kalangan.
Anggota Komisi C DPRD Vinsensius menyatakan kesiapannya membantu keluarga Suwanto.
Begitu juga anggota DPRD dari PDIP Adi Sutarwijono. Pemkot Surabaya merespons surat itu dengan menerjunkan tim dari dinas pendidikan.
Kepala Bidang Pendidikan Dasar (Dikdas) Dispendik Surabaya Eko Prasetyaningsih kemarin mendatangi keluarga Suwanto.
Lantaran Suwanto sudah telanjur mendaftarkan Nita ke sekolah swasta, dispendik pakewuh jika harus memindahkan bocah kelas III SD itu ke sekolah negeri.
Jalan keluarnya, Eko berkoordinasi dengan SD Praja Mukti tempat Nita sekolah. Melalui sambungan telepon, Eko menghubungi kepala SD Praja Mukti.
Dia berharap pihak sekolah menggratiskan biaya pendidikan Nita. Permintaan Eko tersebut disanggupi.
Meski begitu, Eko menyayangkan keputusan urbanisasi Suwanto yang tidak mempertimbangkan sekolah anaknya.
''Seharusnya kan ayahnya dulu yang mencari pekerjaan. Setelah itu, istri dan anaknya menyusul dengan diikuti pemindahan sekolah,'' kata Eko. (*/c7/oni)