Kisah Endang, Dipaksa Menikah dengan Pria tak Dikenalnya
Untuk anak usia 14 tahun, tentu organ reproduksinya masih belum siap. Namun, dia harus tetap melayani suaminya. Itu menjadi pengalaman buruk bagi Endang. ”Akhirnya ibu saya pun menyesal telah menikahkan saya,” ungkapnya.
Endang tak ingin nasib buruk tersebut menimpa anak-anak lainnya. Ketika mengikuti seminar di desanya, dia terketuk untuk membantu. Dia dengan sukarela menjadi pihak yang menggugat UU Perkawinan. Ada dua orang lain selain Endang. ”Ini harus dihentikan,” tegasnya.
Putusan MK memang membawa angin segar. Sayang, waktu yang diberikan MK kepada DPR untuk mengubah UU Perkawinan terlalu lama, tiga tahun. Apalagi, kini sedang musim pemilu. Dia khawatir penguasa tak menghiraukan putusan MK.
”Kami juga menyusun (draf rancangan, Red) perppu yang sudah diserahkan ke presiden. Tapi belum mendapatkan respons,” bebernya.
Program Manager Plan International Indonesia James Ballo mengatakan, pernikahan dini merupakan salah satu pintu kekerasan terhadap anak. Bahkan, risiko eksploitasi seksual komersial juga menghantui mereka.
Anak yang menikah dapat dipastikan putus sekolah. Sehingga untuk mendapatkan kebutuhan hidup yang layak pun sulit. ”Akibatnya bisa masuk ke prostitusi,” ujarnya.
Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Sri Danti Anwa mengungkapkan hal senada. Dia menyatakan, pernikahan anak berbahaya secara fisik. Sebab, organ reproduksi anak belum siap.
Selain itu, secara psikis pun anak belum siap sehingga rawan perceraian dan kekerasan. ”Anak juga harus berhenti sekolah,” katanya. (lyn/c9/oni)