Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Kisah Hebat Seorang Polisi

Sabtu, 13 Februari 2016 – 00:06 WIB
Kisah Hebat Seorang Polisi - JPNN.COM
Bripka Junaidin, personel Polsek Rasanae Barat, Kota Bima, bersama dengan anak-anak dan pembimbing pondok pesantren Al Fathul Alim, ponpes yang dia dirikan sendiri di desa Songgela, kota NTB, Rabu (10/2) lalu. Foto: Tri Mujoko Bayuaji/Jawa Pos

Tapi, dia sama sekali tak putus asa. Junaidin akhirnya memilih membangun ponpes dengan material yang lebih kuat, yakni batu bata dan semen. Otomatis, biaya yang dibutuhkan lebih besar. Juga, waktu pembangunan lebih lama. 

Artinya, dia harus pintar-pintar membagi waktu untuk tugas sebagai polisi dan membangun ponpes. Untung, polsek tempat dia bertugas tidak terlalu jauh dari Songgela. Hanya 15–20 menit perjalanan darat. 

”Kalau saya piket cadangan atau tidak ada demo di kota, saya pasti ke sini. Kalau tidak ada bata atau kayu buat bangun, minimal angkat pasir dulu di sungai,” tutur Junaidin. 

Dengan harga material yang terus naik, Junaidin otomatis harus menganggarkan dana yang lebih besar daripada sebelumnya untuk membangun ponpes. Yakni, Rp 500 ribu sampai Rp 600 ribu setiap bulan. 

Padahal, gaji take home pay-nya sebagai bripka sekitar Rp 4,5 juta per bulan. Tapi, Junaidin merasa bahwa itu mencukupi untuk menutup kebutuhan membangun ponpes sekaligus menghidupi istri dan ketiga anaknya. 

”Alhamdulillah, saya sampai sekarang juga terus dikaruniai sehat luar biasa. Jadi, tetap bisa kasih naik pasir-pasir ini,” ujarnya. 

Kini ponpes yang mati-matian dibangun sendiri oleh Junaidin itu memang lebih kukuh daripada sebelumnya. Tapi, tetap terlihat sangat bersahaja. Musala, misalnya, masih setengah jadi. Belum semua lantai dan dinding beralas keramik. 

Atapnya pun dibangun bukan dengan baja ringan, melainkan masih rangka kayu. Kombinasi antara kayu mahoni dan kayu jati. Belum terlihat satu lembar pun plafon yang terpasang untuk menutup atap itu. Memang sudah ada tiga pigura dengan gambar kaligrafi, tapi belum dipasang di tembok musala. 

JUNAIDIN tergerak membangun pesantren ketika angka kriminalitas di Bima meningkat. Sebelum tahun ini, dia harus mengajar sendiri seluruh santrinya. 

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

BERITA LAINNYA
X Close