Kisah Ibu Tua Digugat Empat Anak Kandungnya
”Ibu itu, tidak pernah ketinggalan (salat) tahajud. Untuk mendoakan anaknya,” tambah Alit seolah memperjelas.
Usai menyebut itu, dia pun tak kuasa menahan isak tangis, suasana haru pun terlihat. Dua perempuan berbeda usia itu mencucurkan air mata, mungkin mereka sedih dengan kondisi saat ini yang harus ‘berhadapan’ dengan anaknya. Mereka sudah dibesarkan dengan susah payah.
”Kalau ditanya (cerita) ke belakang, saya pasti nangis. Penderitaan ibu sangat luar biasa saat membesarkan anak anaknya. Dia membesarkan sendiri, karena Abah (sebutan untuk suami Hj. Cicih) sibuk dengan kegiatannya. Abah juga memang tidak mengizinkan ibu untuk aktif di organisasi, karena kata dia cukup mengurus rumah dan anak anaknya. Itu juga sudah cukup, mengabdi ke Negara sama masyarakat,” tutur Alit sambil melap air mata yang berjatuhan di pipinya.
Sebenarnya, kata Alit, ibunya itu hanya menginginkan ke-empat kakaknya kembali akur, untuk bersama sama mengasihi dan membahagiakan ibunya di masa tuanya.
Mendengar itu, Hj Cicih hanya manggut mengamini. Dia pun menyebutkan ke-empat anaknya hanya datang setahun sekali, pada saat lebaran saja.
”Ngan pas lebaran waé. Sataun sakali (Hanya datang pas Lebaran, setahun sekali),” tuturnya.
Cicih juga menerangkan jika harta warisan yang ada pada dirinya itu merupakan warisan dari almarhum bapak Suaminya.
”Bukan harta hasil usaha bapak. Tapi warisan dari orangtua. Karena bapak tidak bisa usaha. Karena hanya mengandalkan gaji seorang prajurit tentara, berapa sih? Sampai sekarang juga kan? Sewaktu ada bapak cuma (digaji) Rp 2.250.000, sekarang (pensiun) tinggal Rp 1,2 juta. Padahal ibu mesti menghidupi delapan orang, udah pada dewasa bukan anak kecil lagi,” ungkapnya.