Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Kisah Polwan Pertama Keturunan Tionghoa jadi Intel, Menyamar jadi Tukang Pijat

Senin, 31 Agustus 2015 – 05:51 WIB
Kisah Polwan Pertama Keturunan Tionghoa jadi Intel, Menyamar jadi Tukang Pijat - JPNN.COM
Anna Lao Tjiao Leang. Foto: dok.Jawa Pos

Setelah Indonesia merdeka, Organisasi Wanita dan Wanita Islam mengajukan permohonan kepada pemerintah dan Jawatan Kepolisian Negara untuk mengikutsertakan perempuan dalam pendidikan kepolisian. Tujuannya sama, menangani masalah kejahatan yang melibatkan anak-anak dan perempuan. Alasannya, kurang pantas seorang laki-laki memeriksa atau menggeledah tersangka perempuan yang bukan muhrim.

Akhirnya, pada 1 September 1948, Jawatan Kepolisian Negara untuk Sumatera yang berkedudukan di Bukittinggi membuka kesempatan bagi kaum hawa untuk mengikuti pendidikan inspektur polisi di Sekolah Polisi Negara di Bukittingi. Ada enam perempuan yang ikut serta dan selanjutnya dikenal dengan sebutan Perintis Polisi Wanita Indonesia.

Mereka adalah Nelly Pauna Situmorang, Mariana Saanin Mufti, Djasmaniar Husein, Rosmalina Pramono, Dahniar Sukoco, dan Rosnalia Taher.

Anna resmi mulai bertugas sebagai polwan hanya 12 tahun setelah korps itu dilahirkan. Jelas bukan keputusan yang populer di mata orang-orang di sekitarnya. Tapi, sedari kecil Anna sudah terbiasa menjadi "liyan".

Dikenal tomboi, keseharian perempuan kelahiran Makassar pada 9 Agustus 1939 tersebut justru lebih akrab dengan kegiatan yang identik dengan dunia laki-laki. Setiap hari, misalnya, dia giat berlatih kuntau, sebuah seni bela diri yang datang dari dataran Tiongkok. Kedua orang tuanya pun tak mendukung pilihannya menjadi polwan.

"Beberapa orang juga mengata-ngatai saya, berkomentar sinis gitu," kata Anna yang Sabtu lalu mengenakan balutan kemeja putih dan rok panjang hitam.

Tapi, Anna jalan terus. Cibiran orang justru dijadikannya cambuk untuk memotivasi diri. Untuk membuktikan bahwa jalan pilihannya tidak salah. Saat mendaftar pendidikan polisi di Makassar, Anna menjadi satu-satunya peserta yang lolos. Sedangkan 44 orang lainnya kandas.

Menurut Anna, seleksi polisi saat itu benar-benar ketat dan tanpa pandang bulu. "Dulu anak perwira polisi juga banyak yang tidak lulus," ucap ibu empat anak hasil pernikahannya dengan Bachtiar tersebut.

PROTES kepada Museum Rekor Dunia Indonesia (Muri) itu tidak datang dari Anna Lao Tjiao Leang, suami, atau ketiga anaknya. Tapi justru dari salah

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close