Kisah Preman Tobat, Pernah Dilempar ke Laut, Lolos Operasi Petrus
Setelah itu, ia pindah ke Jakarta. Tujuannya masih sama: berkelana. Kehidupan di Ibu Kota pun tidak mengubah apa-apa, bahkan ia mengalami masa-masa memungut makanan sisa orang lain.
Setelah tiga tahun hidup di Jakarta, Aas kembali ke Bandung. Dia meneruskan sekolah kesetaraan. Namun kehidupanya tetap brutal. Dia sering bertarung dan masuk geng. Hari-harinya dipakai diribut berebut wilayah dan jatah. "Kapasitas kita diukur dari bagaiman cara kita bertarung," ungkapnya.
Ia masuk ke dalam sebuah geng di Bandung, seperti di daerah Cicadas, Geger Kalong, Cimahi dan Setia Budi serta Buah Batu.
Aas kembali ke Jakarta sekitar tahun 1979. Ketika itu ia mulai bergaul dengan beberapa nama seperti Mat Calling, Edo Menpor dan Maman Rela. Dengan kelompok tersebut Aas pun memiliki grup bernama Prems.
Setelah itu Aas mulai bermain ke daerah Pantura. Di sana ia dan teman-temannya bertarung habis-habisan memperebutkan jatah jalur angkutan dengan preman setempat. Dia masih mengingat ketika gengnya bertarung dengan sebuah geng asal Pantura.
Ketika itu mereka bertarung menggunakan golok dan dan batu."Saat itu kami kalah. Golok saya sudah jatuh, kemudian mata kiri saya dihantam menggunakan batu hingga bagian kulit kelopak sobek," kenangnya.
Ia bersama teman-temanya pun kabur ke kebun jati di Cikampek. Di sanalah ia merasakan kepedihan yang luar biasa karena saat terluka tidak mendapatkan pertolongan medis. Aas dan kelompoknya menginap di hutan tersebut selama tiga hari. Teman-temanya terpaksa menggunakan air kencing untuk membersihkan luka Aas.
Saling bacok dan saling tebas di Pantura menjadi santapan sehari hari Aas di kurun waktu 1980-an. Namun dia tak pernah mengalami luka serius saat berhadapan dengan anggota geng lainya.