KLHK Revitalisasi Ekosistem Tesso Nilo Berbasis Masyarakat
Menyikapi kondisi ini, rangkaian kegiatan revitalisasi telah dilakukan sejak tahun 2016, oleh tim yang melibatkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
“Selama dua tahun, tim melakukan identifikasi, inventarisasi, verifikasi areal dan permasalahan yang terjadi di lapangan, dan kemudian dihasilkan kerangka Revitalisasi Pengelolaan Ekosistem Tesso Nilo dengan Pendekatan Berbasis Masyarakat yang akan dijalankan oleh Tim Implementasi,” kata Sekretaris Jenderal KLHK, Bambang Hendroyono.
Mekanisme utama dalam pelaksanaan revitalisasi ini terdiri dari instrumen Perhutanan Sosial (PS) dan Reforma Agraria (RA), selain perbaikan tata kelola kebun sawit, serta membangun pasar dan infrastruktur.
“Hal ini dilakukan untuk pengembangan ekonomi masyarakat, melalui manajemen pengelolaan di tapak dengan melibatkan semua komponen dan dukungan multi-pihak”, tutur Bambang.
Dia menambahkan bahwa proses tersebut hingga saat ini terus berjalan, termasuk penegakan hukum. “Jadi simultan, penegakan hukum berjalan, Perhutanan Sosial berjalan, Reforma Agraria berjalan, dan pada akhirnya kesatuan ekosistem itu dapat dipulihkan. Akses legal, akses usaha, akses pendampingan pendidikan dan pelatihan yang diberikan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, akhirnya arahnya ke sana,” katanya.
Terkait hal tersebut, KLHK juga melakukan pendekatan bentang-alam yang dilaksanakan lintas yurisdiksi dan wilayah administrasi dengan melibatkan K/L, TNI, Polri, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan LSM. Pendekatan bentang-alam dengan menyertakan kawasan hutan produksi juga, secara teknis, memungkinkan diterapkannya pengosongan secara bertahap, pemukiman dan kebun yang berada di dalam kawasan Taman Nasional.
“Pelaksanaan pemindahan rumah dan kebun (resettlement) ke lokasi hutan produksi telah disosialisasikan kepada sebagian masyarakat dan menyatakan bersedia. Pelaksanaan resettlement dan RA ini nantinya akan didelegasikan kepada Pemerintah Provinsi, setelah proses pemetaannya selesai,” ucap Bambang.
Sementara, Ketua Institut Hijau Indonesia, Chalid Muhammad, memandang proses pemindahan ini adalah voluntary resettlement.