Komite I DPD Minta Menteri Hadi Perhatikan Tata Ruang Daerah
jpnn.com - JAKARTA - Komite I DPD RI memandang UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang yang beberapa ketentuannya diubah karena terdampak UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja, kurang membawa perbaikan terhadap penyelesaian penataan ruang di daerah.
"Tidak jarang penataan ruang bertabrakan dengan hak masyarakat adat, menimbulkan sengketa dan konflik lahan, serta proses pendaftaran tanah tidak menjadi lebih baik dari sebelumnya," ujar Ketua Komite I DPD RI Andiara Aprilia Hikmat dalam rapat kerja dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Hadi Tjahjanto di kantor DPD RI, Senin (5/6).
Pada kesempatan yang sama, senator DPD RI dari Nusa Tenggara Timur Abraham Liyanto pun mempertanyakan komitmen dan upaya dari Kementerian ATR/BPN dalam membangun dan melaksanakan pengaturan tata ruang di daerah.
"Pemerintah daerah saat ini sangat membutuhkan koordinasi mengenai tata ruang. Hal ini agar tidak ada lagi spekulasi dan mafia tanah yang ternyata banyak melibatkan investor besar bahkan oknum dari pegawai ATR/BPN di daerah," tutur Abraham.
Sementara itu, senator dari Sumatera Selatan Jialyka Maharani menyampaikan bahwa banyak wilayah di provinsinya yang belum memiliki tata ruang yang ideal, salah satunya terkait alih fungsi ruang terbuka hijau yang menyebabkan kerusakan lingkungan.
"Selain permasalahan mafia tanah yang masih banyak terjadi di Sumatera Selatan, banyak permasalahan tata ruang lain seperti alih fungsi ruang terbuka hijau menjadi kawasan komersil yang mengakibatkan banjir di setiap sudutnya," kata Jialyka.
Terkait semua hal tersebut, Hadi Tjahjanto pun menjelaskan bahwa sampai saat ini Kementerian ATR/BPN terus mendorong proses percepatan penyusunan dan penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
"Khususnya RDTR sesuai amanat kabupaten/kota, kami menargetkan pemenuhan sekitar 2.000 RDTR," kata Hadi.