Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Komunitas Tionghoa Gedung Gajah Berbenah Menjelang Imlek (2-Habis)

Donasi Terbesar dari Kantong Warga Kelas Menengah

Selasa, 13 Januari 2009 – 01:49 WIB
Komunitas Tionghoa Gedung Gajah Berbenah Menjelang Imlek (2-Habis) - JPNN.COM
Foto : Radar Solo/JPNN
Berkat kerja keras itu, hubungan antaretnis di Solo terjalin harmonis kembali. Bahkan, banyak warga non-Tionghoa yang menjadi anggota PMS. Dari sebuah pralenan (organisasi kerukunan kematian), PMS terus memperluas aset, kegiatan, maupun sumbangsih kepada negara dan sesama.

Sekitar 3.000 anggota PMS membayar iuran Rp 3.000-Rp 5.000 per bulan. Dengan iuran itu, mereka bisa mendapatkan diskon 50 persen untuk pemakaian fasilitas di PMS. Yakni, pemakaian Thiong Ting dan sarana di Gedung Gajah serta kegiatan-kegiatannya. ”Tidak ada perbedaan. Keturunan Tionghoa atau bukan haknya sama,” kata Budhi.

Budhi mengakui, pemerintahan di bawah Presiden Abdurrahman Wahid memberi warna baru bagi komunitas Tionghoa di Indonesia. Mereka boleh menampilkan identitas ketionghoaan mereka, sebagai wujud keberagaman Indonesia. Maka, sejak itu kegiatan divisi-divisi di PMS pun makin banyak. ”Kami ini Tionghoa, tapi Tionghoa Indonesia,” kata Budhi menirukan jawaban setiap anggota PMS jika ditanya siapa sebenarnya mereka di Indonesia.

Jika di masa Soeharto kegiatan PMS hanya bersentuhan dengan bidang olahraga dan seni budaya Jawa, sejak saat itu mereka juga tertarik dengan seni dan olahraga asal Tiongkok. Oleh divisi-divisi di kepengurusan PMS, wushu, barongsai, yang khim (siter Tiongkok), dikelola berdampingan dengan bulutangkis, catur, keroncong, campursari, gamelan, dan wayang orang,

Kerusuhan Mei 1998 menjadi musibah sekaligus berkah bagi warga etnis Tionghoa di Solo, termasuk para anggota Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS).

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News