Konflik Bumigas Vs Geodipa, Negara Berpotensi Rugi Rp 2,4 T
jpnn.com, JAKARTA - Kasus sengketa hukum antara PT Geo Dipa Energi (Persero) dan PT Bumigas Energi terkait dengan kontrak pengembangan PTLP Dieng dan Patuha dinilai memberikan preseden buruk bagi pengembangan panas bumi dan menghambat program penyediaan listrik nasional.
Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara menilai putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengabulkan permohonan pembatalan putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), terkait kasus tersebut tidak tepat dan berpotensi merugikan negara.
Menurutnya, Bumigas tak memiliki hak untuk meminta ganti rugi atau melanjutkan kontrak dengan Geo Dipa karena telah terbukti gagal memenuhi ketentuan kontrak.
Dampak dibatalkannya Putusan BANI No.922/2017 adalah Bumigas meminta membayar ganti rugi sebesar Rp 5 triliun sebagaimana gugatannya di PN Jakarta Selatan. Bumigas pun meminta Geo Dipa menyerahkan aset PLTP Patuha Unit 1 senilai Rp2,5 triliun kepada Bumigas.
"Padahal PLTP ini sudah dibangun sendiri oleh Geo Dipa melalui pinjaman dari BNI. Tentu saja keputusan PN Jaksel di atas sangat pantas dicurigai sarat KKN, karena bukan saja absurd, tidak masuk akal, tetapi juga dengan vulgar melegalkan upaya perampokan aset negara," katanya.
Adapun Putusan BANI No.922/2017 pada 30 Mei 2018 menyatakan Bumigas gagal menyediakan dana sesuai ketentuan Pasal 55 Kontrak dan menyatakan Kontrak dinyatakan berakhir terhitung 30 Mei 2018. Namun, Bumigas kemudian kembali mengajukan permohonan (ketiga) pembatalan Putusan BANI No.922/2017 kepada PN Jakarta Selatan pada 4 September 2018.
"Dengan begitu, keputusan yang diambil justru memihak kepada yang salah dan yang gagal memenuhi kewajiban kontrak. Keputusan lembaga-lembaga pengadilan tersebut bukan saja telah menghambat proyek pembangunan kelistrikan nasional, tetapi juga berpotensi merugikan negara triliunan rupiah," tegasnya.
Karena itu, Marwan mendesak agar pemerintah dan DPR turun tangan menyelesaikan kasus ini.