KPPU Didesak Usut Monopoli Menara Telekomunikasi di Badung
jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia (KPPU RI) diminta untuk menyelidiki adanya dugaan pelanggaran prinsip-prinsip persaingan usaha di bisnis penyewaan menara telekomunikasi di Kabupaten Badung, Provinsi Bali.
Dugaan tersebut sesuai dengan apa yang pernah ditulis KPPU sendiri dalam laporannya pada tahun 2009 silam.
“Kami mengimbau pihak-pihak yang berwenang mengambil tindakan koreksi terhadap kebijakan Peemerintah Kabupaten (Pemkab) Badung dalam bisnis penyewaan menara telekomunikasi yang merugikan warganya sendiri karena ada dugaan pelanggaran prinsip-prinsip persaingan usaha,” pinta Ketua Umum Asosiasi Pengembang Infrastruktur Menara Telekomunikasi (Aspimtel) Theodorus Ardi Hartoko di Jakarta.
Dia mengingatkan bahwa aksi Pemkab Badung melakukan pembongkaran perangkat milik operator telekomunikasi anggota Aspimtel bukanlah langkah yang tepat.
Apalagi, jika dilihat dari upaya pemerintah untuk melakukan pembenahan perijinan di Kabupaten Badung.
“Sejak dulu kami mendapatkan informasi bahwa cakupan sinyal seluler di Kabupaten Badung, Provinsi Bali tidak pernah memuaskan pengguna seluler sejak puluhan tahun yang lalu, bahkan saat ini semakin memburuk. Ini terjadi diakibatkan terutama oleh tindakan/praktek monopoli (monopolizing) yang lahir dari Perjanjian Kerjasama (PKS) antara Pemerintah Kabupaten Badung dengan salah satu perusahaan penyedia menara telekomunikasi. PKS tersebut tentu melanggar prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat sebagaimana diatur dalam UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Prakek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,” tegasnya.
Untuk diketahui, Laporan Tahunan KPPU 2009 memuat saran pertimbangan terhadap kebijakan menara bersama di Kabupaten Badung dari lembaga tersebut yang menyatakan penataan menara telekomunikasi dengan konsep menara bersama di daerah tersebut jauh dari prinsip- prinsip persaingan usaha yang sehat.
Dalam laporannya KPPU melihat potensi inefisiensi dan persaingan usaha tidak sehat yang didasari kebijakan melalui proses perobohan beberapa menara yang semata-mata didasarkan pada hadirnya perjanjian yang memberikan hak eksklusif terhadap satu pelaku usaha.