Kubu Syafruddin Sebut Legal Audit Konsultan BPPN Prematur
jpnn.com, JAKARTA - Sebuah fakta baru terungkap dalam persidangan lanjutan dugaan tindak pidana korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) dalam Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) atas terdakwa mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung.
Sejumlah saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (9/7), memberikan kesaksian bahwa mereka baru melakukan audit setelah perjanjian (Master Settlement and Acquisition Agreement) di Closing, release and discharge (R&D) telah diterbitkan dan aset-aset telah diserahkan kepada BPPN serta BDNI telah dibekukan dan sepenuhnya dalam kekuasaan BPPN.
"Beberapa dokumen dan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, baik dokumen yang ada di dalam MSAA maupun keterangan beberapa saksi itu, masalah petani tambak itu tidak pernah ada dokumen yang menyatakan dia bahwa dijaminkan oleh yang namanya Sjamsul Nursalim. Dan ini terbukti lagi bahwa dokumen yang menyatakan bahwa itu dijaminkan oleh PT DCD (Dipasena Citra Darmaja) dan PT Wahyuni Mandira," kata Kuasa hukum terdakwa Syafruddin Arsyad Tumenggung, Ahmad Yani ketika dikonfirmasi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/7).
Menurut Ahmad Yani, saksi Timboel Thomas Lubis dari konsultan LGS (Lubis Ganie Surowijoyo/Konsultan Hukum BPPN) dalam persidangan mengaku ragu apakah pihaknya mengeluarkan legal audit berdasarkan isi MSAA atau pun berdasarkan audit dari Ernest & Young.
"Apa yang disebutkan memenuhi atau tidak memenuhi perjanjian itu kan basisnya kan harus kita lihat dalam MSAA, nah di dalam MSAA itu sendiri bahwa petani tambak itu tidak pernah dijamin oleh Sjamsul Nursalim dan juga tidak pernah menyatakan bahwa kredit petani tambak itu adalah lancar. Kalau kita lihat skim waktu itu memang sejak awal, sejak bank itu dibekukan memang sudah bermasalah, karena yang menyalurkan kredit itu adalah bank. Ini kan ada perjanjian, tadi kan terungkap perjanjian antara BDNI di satu sisi, terus petani petambak di satu sisi dan DCD sebagai penjamin," ungkapnya.
Dia menambahkan, Tim LGS sendiri dalam persidangan menyatakan tidak diberikan bukti-bukti, tidak pernah mendapatkan yang namanya R&D.
"Artinya, kesimpulan yang dibuat oleh legal audit oleh LGS prematur, nah oleh karena prematur sebenarnya tidak bisa dijadikan pijakan. Apalagi auditnya LGS itu kan diserahkan kepada TPBH, TPBH menyerahkan kepada KKSK, KKSK bisa mengambil keputusan yang berbeda. Ada keputusan-keputusan yang berbeda ada keputusan yang mengakomodir," katanya.
Dalam persidangan terungkap juga sewaktu audit dilaksanakan semua data berasal dari BPPN, data mana yang diberikan atau yang tidak diberikan hanya BPPN yang mengetahuinya.