Kubu Syafruddin Sebut Legal Audit Konsultan BPPN Prematur
Sejak BDNI di BBO, MSAA di tandatangani September 1998, waktu due diligence sepanjang 8 bulan sampai dengan Closing MSAA pada 25 Mei 1999, BPPN tidak pernah mempermasalahkan hutang petambak kepada Pemegang Saham BDNI (PS BDNI).
Setelah DCD dibawah kendali BPPN dan mengalami kerusuhan besar karena keadaan yang tidak menentu pada krisis dan adanya gangguan external, BPPN baru mempermasalahkan hutang petambak. Dari pihak PS BDNI sama sekali tidak mengetahui dan tidak mencampuri audit tersebut oleh karenanya hasil audit tersebut tidak bisa diterima sebagai dasar kesaksian.
Untuk diketahui, perihal Hutang Petambak Surat Glen tanggal 1 Nov 1999, menulis bahwa PS BDNI menyatakan hutang petambak lancar. Dalam kesaksian Farid Hariyanto di persidangan 2 Juli 2018 menyatakan bahwa PS BDNI tidak pernah hadir dalam pembahasan mengenai hutang petambak dan tidak pernah memberikan pernyataan tersebut. Perjanjian hutang petambak ditandatangani oleh pihak BDNI, Petambak dan DCD.
Dalam perjanjian tersebut ditegaskan, jaminan diberikan dari pihak DCD bukan PS BDNI dan jaminan tersebut menyatakan jikalau ada petambak yang hutangnya macet, DCD diberi waktu 6 bulan untuk mencari petambak baru sebagai pengganti dan BDNI akan memberikan pinjaman baru untuk menyelesaikan hutang petambak sebelumnya yang macet karena BDNI tetap memegang jaminan rumah dan tambak tersebut.
"Tetapi sebelum 6 bulan BDNI sudah dibekukan oleh BPPN dengan sendirinya tidak bisa menyalurkan kredit baru kepada petambak pengganti," ungkap Yani.
Dia menegaskan, berdasarkan fakta tersebut dengan sendirinya perjanjian itu tidak bisa dilanjutkan, karena ada pihak yang tidak dapat melaksanan janjinya disebabkan telah dibekukan oleh BPPN. Ditambah lagi setelah closing MSAA, DCD sudah diserahkan pemilikannya kepada BPPN.
MSAA sendiri adalah perjanjian yang bersifat Perdata dan ditanda tangani sewaktu Glenn Yusuf menjabat sebagai Ketua BPPN pada tahun 1998, tidak ada hubungannya dengan SAT yang baru menjabat sebagai Ketua BPPN pada April 2002.
"Jikalau adanya perselihian dalam penyelesaian MSAA harus sesuai dengan apa yang diatur dalam perjanjian tersebut yaitu harus melalui jalur Pengadilan Perdata. Melihat kondisi saat ini di Pengadilan Tipikor yang hanya membicarakan permasalahan penyelesaian MSAA, adalah salah alamat dan tidak benar. Atau memang punya tujuan untuk memaksa permasalahan perdata ke pidana," tandasnya. (dil/jpnn)