Lagi-Lagi, Mulut Presiden Prancis Picu Ketegangan dengan Negara Sahabat
jpnn.com, BAMAKO - Kementerian luar negeri Mali memanggil duta besar Prancis di Bamako pada Selasa (5/10) terkait komentar Presiden Prancis Emmanuel Macron yang dinilai tidak ramah dan tidak menyenangkan.
Langkah itu adalah tindakan terbaru dari serangkaian tindakan agresif dalam perselisihan tegang antara Mali dan mitra militer utamanya --Prancis.
Ketegangan kedua negara disebabkan adanya laporan bahwa Bamako akan merekrut tentara bayaran Rusia saat Paris membentuk kembali misi kontra-terorisme yang beranggotakan 5.000 orang di kawasan tersebut.
Perdana Menteri Mali menuduh Prancis mengabaikan Mali dalam perang bersama melawan gerilyawan ISIS.
Macron pekan lalu menolak tuduhan itu dan mempertanyakan legitimasi otoritas Mali yang mengawal sebuah transisi ke pemilihan umum setelah dua kudeta yang terjadi hanya dalam waktu setahun di negara itu.
Sebagai tanggapan atas komentar Macron, kementerian luar negeri Mali mengatakan telah memanggil duta besar Prancis untuk memberitahunya tentang kemarahan dan ketidaksetujuan pihak berwenang Mali.
Pada pertemuan itu, Menteri Luar Negeri Mali Abdoulaye Diop "memprotes keras pernyataan (Macron) yang disesalkan, yang kemungkinan akan merusak perkembangan hubungan persahabatan", kata kemenlu Mali dalam sebuah pernyataan.
Kementerian itu mengatakan Menlu Diop juga menyerukan agar kedua belah pihak dapat mengambil pendekatan konstruktif dan memprioritaskan upaya melawan pemberontakan di wilayah tersebut.