Larangan Partisipasi Industri Tembakau dalam Agenda SDGs Dipertanyakan
jpnn.com, JAKARTA - Direktur Jenderal United Nations Office of Geneva (UNOG) Michael Moller, mempertanyakan larangan terhadap industri tembakau dalam mewujudkan agenda pembangunan yang berkelanjutan (Sustainable Development Goals) pada 2030 mendatang.
Menurut Michael, industri tembakau justru bisa berperan serta dalam mewujudkan agenda tersebut. Dalam sebuah memo yang ditujukan kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations) Antonio Guterres.
Pada 28 Juni 2019 lalu, Michael mengatakan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) telah mendeskripsikan tembakau sebagai salah satu ancaman terbesar bagi kesehatan masyarakat. Pasalnya, tembakau telah menewaskan delapan juta orang per tahunnya.
“Terlepas dari upaya global untuk mengekang konsumsi tembakau, perkiraan menunjukkan bahwa jumlah perokok diproyeksikan akan tetap 1.1 miliar pada 2025. Meskipun, sudah ada upaya pengendalian tembakau,” kata Moller, seperti dikutip dari foreignpolicy.com (12/7).
Bagaimanapun, dia meneruskan, tujuan dari pembangunan yang berkelanjutan adalah untuk tidak meninggalkan siapa pun.
“Menyiratkan perlunya juga meningkatkan kehidupan lebih baik dari 1 miliar orang yang akan terus menggunakan produk tembakau dan semua yang dipekerjakan oleh industri di seluruh dunia,” tegas dia.
Sampai sejauh ini, Moller belum melihat adanya dampak signifkan dari kemitraan dengan sektor swasta yang memainkan peran kunci dalam mewujudkan kemakmuran ekonomi, sebagai mekanisme penting untuk pembangunan yang berkelanjutan. Menurut dia, industri tembakau merupakan bisnis yang sah karena membayar pajak terhadap pemerintah. Oleh karena itu, industri tembakau memiliki hak berpartisipasi dalam mewujudkan untuk meminimalkan risiko kesehatan dan masalah lainnya.
“Ini terutama berlaku bagi mereka yang telah melakukan penelitian yang sangat maju untuk meminimalkan efek berbahaya dari produk mereka sendiri,” ujarnya.