Lestarikan Budaya & Sejarah, Forum Intelektual Suku Pakpak Bakal Rilis 2 Buku
jpnn.com, JAKARTA - Pakpak merupakan salah satu suku tertua yang mendiami wilayah Dairi, Pakpak Bharat, Humbang Hasundutan, dan Tapanuli Tengah di Sumatera Utara, serta sebagian wilayah Aceh Singkil dan Subulussalam di Aceh.
Sebelum adanya kebudayaan-kebudayaan besar di Indonesia, suku Pakpak telah memiliki peradaban yang cukup maju.
Hal ini dipengaruhi oleh Kota Barus yang diyakini sebagai daerah awal penyebaran suku Pakpak yang pada masanya merupakan salah satu pelabuhan internasional yang menjadi pusat perdagangan produk komoditi daerah Pakpak seperti kapur barus dan kemenyan untuk dikirim ke berbagai negara.
Terbentuknya peradaban masyarakat Pakpak mulai dari migrasi, berdagang kapur barus dan kemenyan, menghasilkan proses panjang nilai sejarah dan budaya yang kaya.
Hal ini menjadi faktor utama "Forum Intelektual Suku Pakpak" untuk melakukan berbagai upaya menjaga kearifan budayanya.
"Forum Intelektual Suku Pakpak dibentuk untuk memperkuat identitas dan jati diri masyarakat Pakpak melalui pengembangan kebudayaan dan peradaban yang maju, dinamis, dan demokratis. Dalam menghadapi era disrupsi budaya karena modernisasi dan globalisasi, Forum Intelektual Suku Pakpak berusaha menghidupkan kembali dan mempertahankan sejarah dan kebudayaan suku Pakpak," kata Sastrawan Manik, salah satu peserta rapat kerja di Hotel Mercure, Gatsu, Jakarta, Jumat (24/5).
Beberapa tokoh suku Pakpak yang hadir dalam rapat kerja Forum Intelektual Suku Pakpak di antaranya, Bachtiar Ravenala Ujung, Yade Setiawan Ujung, Anna Martyna Sinamo, Arta Peto Sinamo, Melisa Padang, Jon Banuera, Sastrawan Manik, Jundri R. Berutu, Ahmad Z. Ujung, Sahala Martua, Solin, Jhon Wassion Tumangger, Mursalim Berutu, Sakti Padang, Rahma Yanti Noya Caniago, Saritua Solin, Lesdin Tumangger, Zulkarnain Berutu, Aswin Padang, dan Haryono Bancin.
Dalam upaya melestarikan identitas budaya suku, lanjut Manik, forum telah mencanangkan program penulisan buku “Rekonstruksi Sejarah Suku Pakpak” dan “Reinventing Budaya Pakpak.”