Lewat Buku Biografi, Gus Yahya Ceritakan Derap Langkah dan Gagasannya
Bahkan, kata dia, faktor Gus Dur menjadi salah satu alasan dirinya maju menjadi Ketua Umum PBNU.
Sebagai anak perubahan, anak NU dan anak Gus Dur, Gus Yahya sendiri lebih cenderung untuk berpikir dalam kerangka gerakan sosial ketimbang keterlibatan intelektual dan akademis.
“Jadi, kalau tadi menyebut bagaimana menggabungkan wacana tradisional dengan modern antara kitab kitab kuning dengan kitab putih ya, saya mengikuti pergulatan di sekitar itu, tetapi ketertarikan saya cenderung aspek gerakannya bagaimana NU ini sebagai gerakan sosial bisa lebih efektif kerja lebih baik untuk merespons berbagai masalah-masalah yang ada,” ungkapnya.
Sementara itu, Septa Dinata menerangkan latar belakang menulis buku biografi Gus Yahya ini tak lepas dari sejarah dan akumulasi peran agen-agen dan interaksinya di dalam masyarakat.
Sebaliknya, karakter agen yang ada di dalam masyarakat juga ditentukan oleh sejarah yang mewujud menjadi struktur sosial.
“Makanya ulasan-ulasan buku ini menjelaskan dulu konteks structural. Di bagian pertama, saya mencoba untuk meneropong kultural setting di mana Gus Yahya ini lahir. Kita letakkan di situ konteks kelahiran beliau di cultural setting seperti itu dan beliau mewarisi darah ulama-ulama besar mulai dari buyut beliau sendiri itu juga ulama besar di Sarang. Kemudian kakek beliau sendiri di Leteh juga ulama besar mubalig, politisi dan penulis yang hebat,” kata Septa Dinata.
Dalam bukunya, Septa Dinata mengulas sosok Gus Yahya yang merupakan hasil dari interaksi dari lingkungannya.
Dialektika antara dirinya dan struktur sosial yang lebih luas memiliki hubungan timbal balik (resicprocal relation) dalam pembentukan kepribadiannya.