Mahfud MD: Di Mana Letak Memperkaya Orang Lain?
Saya tentu tidak ingin merusak sistem hukum tersebut, namun fakta ini perlu saya sampaikan untuk setidaknya bisa membebaskan batin saya. Selanjutnya, izinkan saya membacakan pleidoi saya yang saya beri judul:
TUNTUTAN BUI UNTUK PENGABDI
*Sebuah Pleidoi untuk dan dari Dahlan Iskan
1. Jaksa telah mendakwa saya melakukan penjualan aset Pemda/PT PWU Jatim di Kediri dan Tulungagung tanpa persetujuan DPRD. Sayang, jaksa hanya mengajukan satu orang saja saksi dari DPRD Jatim. Itu pun tidak ada hubungannya dengan peristiwa di tahun 2003 itu. Saksi tersebut baru menjabat sekretaris DPRD Jatim tahun 2014. Alias baru 11 tahun kemudian. Saksi tidak tahu sendiri, tidak melihat sendiri, dan tidak mendengar sendiri. Padahal, masih banyak saksi hidup yang mestinya bisa dimintai keterangan. Jaksa seperti menganggap semua anggota DPRD Jatim seolah sudah meninggal hanya karena kejadian yang diperkarakan ini memang sudah 14 tahun yang lalu.
Untungnya, dengan mudah penasihat hukum saya bisa menghadirkan dua orang saksi kunci, mantan tokoh DPRD Jatim. Keduanya menjalani sendiri proses pembahasan penjualan aset tersebut di DPRD Jatim. Saksi Pak Dadoes Sumarwanto adalah ketua komisi C, komisi yang ditugasi membidangi perekonomian, termasuk membidangi perusahaan daerah. Saksi Pak Ir Farid Alfauzi yang sekarang anggota DPR RI adalah juga anggota komisi C yang juga sekaligus ketua fraksi di DPRD Jatim.
Kedua saksi menjelaskan bahwa penjualan aset untuk membeli aset tersebut sudah dibahas secara mendalam di DPRD Jatim. Pembahasannya sampai memakan waktu enam bulan. Bukan saja di tingkat komisi C, bahkan dilanjutkan ke tingkat pimpinan DPRD yang di dalamnya melibatkan semua pimpinan fraksi dan pimpinan kelengkapan DPRD. Bahkan DPRD juga mengirim delegasi ke Kementerian Dalam Negeri untuk mengonsultasikannya.
Hasil rapat di DPRD jelas minta PT PWU dalam melakukan penjualan aset tersebut tidak memerlukan izin DPRD, karena aset tersebut termasuk dalam aset PT PWU yang proses penjualannya diminta untuk berpegang pada UU No 1/1995 (UUPT). Karena itu, sebenarnya direksi sudah ekstrahati-hati dengan mengirim surat ke DPRD Jatim untuk minta penegasan proses penjualan aset PT PWU tersebut.
Mestinya direksi tidak perlu berkirim surat itu. Cukuplah taat pada perintah RUPS sebagai lembaga tertinggi di sebuah perseroan terbatas. Kalau dianggap salah, RUPS-lah yang mestinya dihukum mengapa memerintahkan penjualan aset tersebut. Bahkan, kalau toh ada keharusan minta izin DPRD, seharusnya pemegang saham/RUPS-lah yang minta izin lebih dulu sebelum memerintahkan dalam bentuk putusan RUPS. Namun, karena direksi ingin kejelasan yang sejelas-jelasnya, surat ke DPRD tersebut dikirim. Yang setelah dibahas di DPRD Jatim, balasannya begitu cetho welo-welo.