Malari Membakar Jakarta, Antara Persaingan Elite Tentara dan Sentimen Anti-Tionghoa
Keesokan harinya, mahasiswa berkumpul di Universitas Trisakti untuk bergerak menuju UI di Salemba. Saat mahasiswa bergerak itulah terjadi pembakaran.
Panda mengenang gedung Astra di Jalan Jenderal Sudirman tak luput dari sasaran amuk. Astra dianggap mewakili citra perusahaan Jepang.
“Uniknya, pelaku pembakaran dan perusakan sampai kini tetap menjadi misteri, apakah mahasiswa atau kelompok di luar mahasiswa yang ikut bergabung dengan massa, atau ada rekayasa tertentu yang bertendensi mendiskreditkan mahasiswa,” kenang Panda.
Kelompok Ali Moertopo pun tak luput dari tuduhan miring itu. Panda menuturkan pada saat itu Ali dianggap membuat gerakan balasan terhadap mahasiswa.
Namun, mahasiswa mengeluarkan pernyataan sikap pada 16 Januari 1974. Isi pernyataan itu mengutuk aksi anarkistis tersebut dan menyebutnya bukan bagian dari gerakan mahasiswa.
Walakin, pihak keamanan menuduh mahasiswa mau cuci tangan. Penguasa saat itu langsung melakukan operasi penangkapan besar-besaran yang menjaring 775 orang.
Panda memerinci di antara tokoh yang diciduk pascaperistiwa Malari ialah mantan Ketua Partai Sosialis Indonesia (PSI) Soebadio Sastrosatomo, Profesor Sarbini Soemawinata, pegiat hak asasi manusia (HAM) H.J.C. Princen dan Adnan Buyung Nasution, ekonom Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, hingga aktivis mahasiswa Hariman Siregar dan Julius Usman.
Saat itu Jenderal Soemitro memperlihatkan sikap tegasnya. ”Keadaan telah memaksa kami yang telah sabar sampai batasnya terpaksa bertindak tegas,” ujarnya sebagaimana dikutip Panda dalam autobiografinya.