Malari Membakar Jakarta, Antara Persaingan Elite Tentara dan Sentimen Anti-Tionghoa
Pada pertemuan itu, tutur Retnowati, mahasiswa mengemukakan keprihatinan mereka atas peran Aspri, keterlibatan para pejabat senior dan istri-istri mereka di dalam hubungan bisnis dan pemerintah dengan para pengusaha keturunan Tionghoa.
Namun, Soeharto saat itu hanya mengatakan Aspri tidak memiliki kekuatan eksekutif apa pun. Jawaban itu justru memanaskan mahasiswa yang kemudian memanfaatkan momentum kunjungan PM Tanaka.
Sehari setelah Tanaka tiba di Jakarta, para mahasiswa menggelar aksi di depan kantor Ali Moertopo. Mereka juga membakar boneka Soedjono Hoemardani.
Di situlah Jenderal Soemitro dianggap memberikan lampu hijau kepada para mahasiswa pedemo. Tokoh kelahiran 13 Januari 1927 itu dituduh memanfaatkan mahasiswa untuk menekan Presiden Soeharto, sekaligus menjauhkannya dari Ali dan Soedjono.
Menjelang sore, demo pada 15 Januari 1974 menjadi huru-hara. Mobil-mobil dan motor buatan Jepang dibakar, pertokoan dijarah.
Pusat perbelanjaan di Pasar Senen tak luput dari massa yang mengamuk. Di antara massa itu adalah anak-anak sekolah dan masyarakat di pinggir jalan.
Kantor pusat Astra sebagai dealer mobil Jepang juga dibakar hingga rata dengan tanah. “William Soerjadjaya, pemilik Astra, ditengarai memiliki hubungan dekat dengan Ibnu Sutowo dan Ibu Tien,” imbuh Retnowati.
Akhirnya PM Tanaka meninggalkan Istana Merdeka menggunakan helikopter pada 17 Januari 1974 saat Jakarta masih diliputi ketengagan. Namun, suasana saat itu sudah terkendali.