Manusia Telanjang
Oleh Dhimam Abror DjuraidPeristiwa yang sama konsekuensinya berbeda karena penguasa mempunyai 'sovereign power' yang bebas memberlakukan pengecualian eksepsional.
Sovereign, kedaulatan, menjadi kekuasaan yang tidak tertandingi karena menempatkan diri sebagai representasi seluruh rakyat. Semboyan-semboyan besar diciptakan menjadi sakral "NKRI Harga Mati" adalah kekuasaan yang tidak tertandingi karena diklaim sebagai kekuatan yang mewakili seluruh rakyat.
Dan ketika manusia telanjang harus menghadapi hukuman atas kesalahan yang belum tentu ia lakukan, dia akan ditawari pembebasan, dengan catatan dia harus meminta ampun kepada 'sang sovereign power’ yang menjadi sumber kekuasaan dan pengampunan.
Di luar sovereign power tidak boleh ada yang kebal hukum dan merasa di atas hukum. Oleh karena itu, seluruh kekuatan pemaksa yang dipunyai kekuasaan dikerahkan total.
Baliho-baliho diturunkan. Organisasi dilarang. Lambang-lambang tidak boleh dipergunakan. Hak-hak pribadi disumpal dan akses terhadap pekerjaan disumbat.
Sovereign power memiliki kekuasaan hukum untuk membatalkan validitas hukum, yakni, hukum berada di luar hukum itu sendiri. "Aku, Sang Daulat yang berada di luar hukum, menegaskan bahwa tidak ada apapun yang berada di luar hukum".
Atas nama soverignity, penguasa bisa menangguhkan hukum justru dengan hukum itu sendiri melalui eksepsi. Tidak boleh ada kendaraan yang masuk ke jalan verboden kecuali mobil pejabat. Tidak boleh ada masa bakti kepresidenan lebih dari dua periode kecuali demi kepentingan nasional yang lebih besar.
Kekuasaan mempunyai kekuatan untuk melakukan eksepsi-eksepsi, pengecualian-pengecualian. Mengubah undang-undang adalah bagian dari eksepsi itu. Ketika hukum bertentangan dengan kekuasaan, maka hukum yang harus diamendemen.