Marak Kasus Penimbunan Obat, Pakar Hukum Minta Aparat Selidiki Keterlibatan Korporasi
Pasal 1 Perpres. No 71 tahun 2015 : Barang Kebutuhan Pokok adalah barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak dengan skala pemenuhan kebutuhan yang tinggi serta menjadi faktor pendukung kesejahteraan masyarakat. Barang Penting adalah barang strategis berperan penting dalam menentukan kelancaran pembangunan nasional.
Lebih tegas, Pasal 29 ayat (1) UU perdagangan mengatur pelaku usaha dilarang menyimpan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas perdagangan barang.
Larangan tersebut dimaksudkan untuk menghindari adanya penimbunan barang yang akan menyulitkan konsumen dalam memperoleh barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting.
Alat kesehatan termasuk oksigen ada dalam cakupan berbagai undang-undang tersebut. Tindakan penimbunan dengan tujuan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan memanfaatkan kondisi kedaruratan, bukan hanya membahayakan nyawa orang lain, tetapi juga mengakibatkan gejolak ekonomi, dan pada ujungnya akan membahayakan pemerintahan yang sah, karena akan muncul anggapan publik bahwa pemerintah tidak becus menangani masalah kedaruratan. Oleh sebab itu perlu upaya-upaya hukum maksimal untuk mengganjar pelaku.
Dari berbagai undang-undang dan peraturan di atas, yang dimaksud pelaku adalah orang perorangan atau badan hukum (korporasi). Terhadap pelaku penimbunan dapat dikenai sanksi berupa sanksi pidana kurungan, denda, maupun sanksi administrasi.
Terhadap pelaku yang berupa badan usaha, maka korporasi yang telah diakui sebagai subjek hukum, dianggap dapat melakukan perbuatan pidana dan karena itu dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana.
Korporasi sebagai subjek pidana dan karena itu bisa dimintai pertanggungjawaban pidana telah diadopsi dalam sistem hukum di Indonesia dengan diundangkannya UU No. 17 tahun 1951 tentang Penimbunan Barang. Meskipun demikian, sistem ini baru dikenal luas dalam Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi pada tahun 1955.
Pasal 15 Undang-Undang No 7 Drt Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi mengatur hal berikut ini: