Mari Bersama Perangi Hoaks Seputar Vaksin Covid-19
jpnn.com, JAKARTA - Persebaran hoaks mengenai vaksin dan Covid-19 bisa menghambat proses vaksinasi. Di Indonesia, gerakan antivaksin menguat berdasarkan aliran kepercayaan.
Penolakan terhadap vaksin di Indonesia bahkan pernah dipublikasikan dalam jurnal bergengsi The Lancet dan Elsevier.
Karena itu, pemerintah dan masyarakat perlu berkolaborasi untuk memerangi hoaks agar Indonesia segera keluar dari pandemi.
“Bagi masyarakat menengah ke bawah mudah mempercayai [hoaks] apalagi kalau berita disampaikan oleh tokoh pemuka,” kata Sekretaris Eksekutif Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), dr. Julitasari Sundoro, dalam talkshow bertajuk 'Tolak dan Tangkal Hoax' yang digelar Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN), Senin (7/12).
Sejumlah mitos bertebaran misalnya vaksin berbahaya. Ada juga klaim dokter ahli gizi menyatakan jika kuman disuntikkan kepada anak dengan daya tahan tubuh menurun, maka kuman akan menjadi aktif bahkan menginfeksi tubuh resipien.
“Ini adalah hal-hal yang keliru, misleading. Sebenarnya, vaksin yang akan kita pakai itu sudah inactive,” kata dia.
Klaim lain juga menyebutkan menangani Covid-19 tidak perlu vaksin lantaran hanya menghambur-hamburkan anggaran.
Uang lebih baik dipakai untuk pengadaan tes PCR. Faktanya, PCR dibutuhkan untuk skrining penemuan kasus baru. Sedangkan, vaksin dipakai untuk pencegahan.