Ma’ruf Amin: Saya tak Pernah Berharap jadi Wapres
jpnn.com, JAKARTA - Kiai Ma’ruf Amin langsung tancap gas setelah terpilih jadi pendamping Joko Widodo pada Pilpres 2019.
Ulama yang sebelumnya pernah terdaftar sebagai kader PPP itu langsung menggelar konsolidasi.
Partai yang ditemu adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Golongan Karya (Golkar). Dua partai ini merupakan pengusung pasangan Jokowi - Ma’ruf.
Di sela-sela kunjungannya, Kiai Ma'ruf mengatakan, di era demokrasi yang mengusung asas kesetaraan dalam kehidupan, jabatan presiden-wapres saat ini bukan lagi menjadi monopoli politikus, tentara ataupun pengusaha. Saat ini, kiai pun punya peluang untuk menjadi presiden ataupun wapres.
Dalam kesempatan itu Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia ini juga sempat menceritakan detik-detik dirinya ditunjuk mejadi cawapres mendampingi Jokowi. Dia mengaku tak menyangka bakal dipilih Jokowi. Mengingat saat itu peluang Mahfud menjadi cawapres Jokowi secara politis lebih kuat dari dirinya.
Setelah didapuk menjadi cawapres, tokoh Nahdlyin KH Mustofa Bisri alias Gus Mus mendesak Kiyai Ma'ruf untuk mundur dari kursi Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI). Gus Mus bilang, tak etis jika Kiyai Ma'ruf merangkap tiga jabatan sekaligus. "Masak PBNU dan MUI berada di bawah Presiden," katanya.
Lantas, bagaimana Kiyai Ma'ruf menanggapi desakan itu? Berikut penuturan Kiyai Ma'ruf selengkapnya seperti yang dilansir RMOL (Jawa Pos Group):
Setelah menjadi cawapres Anda didesak mundur dari kursi Rais Aam PBNU dan Ketua MUI oleh Gus Mus, bagaimana menanggapinya?
Oh nanti PBNU yang mengatur sesuai dengan anggaran dasar anggaran rumah tangga, saya harus apa.