Masyarakat Gunungkidul Diajak Cerdas Memilih Pemimpin
Romo Sapto mengajak masyarakat kritis menguji kejujuran setiap calon pemimpin yang mulai tampil di Gunungkidul.
Dalam kesempatan itu, pegiat kerukunan umat Hindu, Bayu Pratama mengatakan kepemimpin yang relevan adalah mereka yang mampu melihat Indonesia sebagai negara besar bukan hanya potensi sumber daya alam saja, melainkan potensi-potensi sumber daya manusia dan keberagamannya.
Menurutnya, pemimpin masa depan hendaknya mampu menjawab kebutuhan mengelola keberagaman dan ragam potensinya. Bayu menjelaskan, pandangan iman akan Hindu, pemimpin yang dibutuhkan yang mampu mengaplikasikan nilai-nilai TAT TWAN ASI yakni Aku adalah Engkau, Engkau adalah Aku, selain Tri Hita Karana atau konsep ajaran untuk menjaga keselarasan dan hidup sesama dalam kemajemukan manusia dengan Tuhan dan alam semesta.
“Dengan dua konsep itu siapapun pemimpin akan menemukan keharmonisan kehidupan berbangsa dan bernegara,” ucapnya sembari menyinggung perlunya watak pemimpin setia mengimplementasikan nilai-nilai empat pilar kebangsaan yakni Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI.
Sementara itu, pandangan gereja Kristen diungkapkan Pendeta GKJ Wonosari, Dwi Wahyu Prasetya. Dia menyatakan, dasar ajaran Kristen melihat pemimpin sebagai pelayan.
Menurutnya, pemimpin yang telah kehilangan sifat melayani, hanya gemar pencitraan, tidak merakyat bukanlah pemimpin yang relevan. Ia mengutip KItab Wahtu bahwa “Yesus mengatakan bahwa siapa yang mau menjadi pemimpin harus mau jadi pelayan. Tentunya pelayanan hanya untuk hal-hal yang baik dan positif.”
Pendeta yang gencar melestarikan gerakan sapa aruh dan gotong royong ini juga menyebut pemimpin yang remesep, remasuk dan rumangsa paling dibutuhkan rakyat saat ini.
Pandangan umat Budha tentang kepemimpinan relevan juga diungkapkan tokoh muda Bondet Wijaya. Ia mengingatkan, ajaran Budha memberikan kebebasan mutlak dan utuh kepada umat untuk menentukan segala hal. Tetapi, imbuh Bondet, kebebasan tersebut juga harus mencakup kebebasan diri dalam berkarya dan beribadah yang harus terlindungi negara.