Memaknai Pesan Presiden tentang Pentingnya Perhatian Terhadap Pendidikan Vokasi
Oleh: Dr. Ir. Tundung Subali Patma,M.T.Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang didirikan oleh pemerintah, yang jumlahnya sekarang sangat banyak (sebanding dengan sekolah umum seperti SMA/MA) setidaknya menandakan keseriusan pemerintah untuk memberikan basis keilmuan terapan pada subjek didik, sehingga jika nantinya meneruskan ke jenjang lebih tinggi tetap berlanjut sebagai bukti “progresifitas” keahlian terapannya.
Jenjang lanjutan dari SMK untuk sampai ke ranah “progresifitas” keahlian terapan dalam bentuk Pendidikan lanjutan diantaranya adalah jalur Politeknik, karena Politeknik ini mengajarkan atau membentuk subjek didik menjadi SDM unggul (berkompetensi) atau yang berkemahiran terapan.
Sayangnya, di jalur Politeknik itu, ketersediaan Lembaga Pendidikannya belum/tidak memadai dan masih banyaknya penyelenggara Pendidikan Politeknik sendiri yang “belum serius” mengembangkan secara kuantitas (daya tampung) maupun dalam menciptakan (membentuk) keragaman spesifikasi keahlian yang sejalan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat dan bangsa di era globalisasi ini.
Dengan kondisi SDM dari subjek didik yang belum terwadahi oleh Lembaga Pendidikan berbasis kemahiran terapan seperti Politeknik. Maka hal ini dapat dikategorikan sebagai kurang memperhatikan hak Pendidikan masyarakat, dan bentuk ketidaksiapan atau ketidakseriusan dalam menyiapkan SDM yang unggul secara kualitas dan banyak secara kuantitas.
Dalam konstitusi kita (baca: Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1), Pasal 31, dan Pasal 32 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945) di antaranya sudah disebutkan, bahwa setiap warga negara berhak untuk memperoleh pendidikan yang layak.
Dalam pasal 28 C UUD 45 misalnya disebutkan:" setiap orang berhak mengembangkan diri melalui kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.”.
Kosa kata "setiap" secara hermeneutik menunjukkan pada pemaknaan non-diskriminasi, baik atas nama gender, etnis, budaya, agama, politik, maupun strata sosial-ekonomi. Dalam idealitas ini, hak egalitarianisme dalam kesempatan memperoleh pendidikan menjadi milik setiap warga masyarakat dari level apapun. Secara konstitusionalitas ini, setiap subyek didik mempunyai hak Pendidikan untuk melanjutkan atau mengembangkan Pendidikannya, di antaranya melalui jalur Politeknik.
Ketentuan yang direpresentasi lewat kata “setiap” dalam konstitusi tersebut sejalan dengan norma yuridis lain yang digariskan dalam pasal 4 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.