Membongkar Rahasia Totem Di Mulut Goa Ratu
Begitu pula Bujang Parewa. Aktivis Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI) ini ditangkap bulan Desember 1965 saat berusia 15 tahun. Kala itu dia masih duduk di kelas 3 SMP.
***
Senin hingga Sabtu, tahanan politik di Nusa Kambangan dipaksa bekerja. Ada yang menjadi kuli kasar membangun ini dan itu. Ada yang berkebun menanam berbagai sayur-mayur, umbi-umbian dan aneka pohon berbuah. Hari Minggu mereka dapat jatah libur.
Selain rutinitas itu, tahanan juga kebagian piket jaga malam. Tugasnya selain mengontrol keamanan juga memastikan gardu listrik tetap beroperasi dengan baik. Piket jaga malam ini dibagi bergiliran. Dalam seminggu, seorang tahanan kebagian sekali.
Lain halnya dengan Bujang Parewa. Dia piket malam dua kali dalam seminggu. Bukan karena tambahan hukuman, melainkan menggantikan tugas Pak Ragil yang sakit-sakitan. Sebetulnya Pak Ragil tak pernah meminta tolong agar tugasnya digantikan. Bujang Parewa-lah dengan kesadaran penuh menawarkan diri.
"Bapak istirahat saja. Tak baik berjaga malam."
Di kamar itu Bujang Parewa dipercaya sebagai palkam-sebutan untuk kepala kamar. Dialah yang bertanggungjawab atas apa pun yang terjadi di kamar yang dihuni 21 orang tahanan politik dari berbagai kota.
Bila melihat orang tua berambut putih itu kedinginan dan batuk-batuknya kumat di malam hari, Bujang Parewa seringkali berbagi selimut. Tak hanya itu, dia juga kerap memijit Pak Ragil.