Membumikan Pancasila Dalam Kehidupan Berbangsa
Oleh I Wayan Sudirta – Anggota DPR RI dan Wakil Kepala Sekolah Partai PDI PerjuanganBali misalnya, konsepsi Pancasila pastinya tidak berbeda dengan konsepsi Tri Hita Karana yang dipegang oleh masyarakat Bali.
Konsep Tri Hita Karana berasal dari Filsafat Samkya, yang kemudian ditafsirkan kembali dalam Advaita Vedanta yaitu bahwa Tuhan bersama semesta adalah satu kesatuan, sebab spirit dan materi adalah satu kesatuan utuh.
Pada setiap materi ada spirit, demikian sebaliknya. Esensi dari hubungan ini tercermin dari konsep Tri Hita Karana yaitu yadnya, pengorbanan tulus iklas untuk mencapai keharmonisan.
Yadnya adalah esensi dharma untuk melepaskan diri dari kepemilikan, kerakusan dan nafsu. Konsep yadnya ini dalam realitas sosial menjadi lokasamgraha atau pengabdian sosial.
Oleh karena itu, yadnya kepada Tuhan juga berimplikasi dalam pengabdian kepada manusia dan lingkungan alam.
Pancasila menekankan juga pada prinsip-prinsip perhatian terhadap Ketuhanan yang harus berimplikasi kepada kemanusiaan, persatuan, dan dialog untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Konsep ini dapat disusuri dari kedekatan penggagas Pancasila, Soekarno yang dekat dengan Teosofi, yang mengajarkan implementasi nilai-nilai ketuhanan dalam kehidupan sehari-hari.
Teosofi merupakan gerakan kepercayaan modern, tetapi disebutkan bersumber dari Hinduisme. Implementasi Pancasila tercermin dalam Tri Sakti yaitu kedaulatan, kemandirian, dan kebudayaan.