Mempertahankan Tradisi Malam Selikuran di Tengah Pertikaian
Begitu rombongan sampai di gerbang Masjid Agung Solo, lantunan tembang dan bunyi gamelan pengiringnya pun terhenti. Para abdi dalem langsung menuju serambi masjid, lalu duduk dengan penuh khidmat.
Syahdan, Kiai Muhtarom memimpin pembacaan doa. Isi munajatnya ialah meminta agar seluruh kerabat Keraton Surakarta dan masyarakat Indonesia selalu diberikan keselamatan.
Setelah berdoa, para peserta kirab melantunkan selawat. Bersamaan dengan itu, 1.000 bungkusan makanan dibagi-bagikan.
"Kami memperingati Lailatulqadar, malam seribu bulan, malam turunnya rahmat dari Allah," ujar Utusan Dalem Keraton Kasunanan Kanjeng Pangeran H Dani Nur Hadiningrat yang ditemui seusai prosesi Malam Selikuran.
Menurutnya, Keraton Kasunanan Surakarta sebagai pecahan Kerajaan Mataram Islam wajib menggelar prosesi Malam Silikuran. Oleh karena itu, Pakubuwono XII memerintahkan para abdi dalemnya membawa membawa 1.000 tumpeng untuk wilujengan atau selamatan.
"Jadi, doa keselamatan dilambangkan dengan seribu tumpeng," tutur Pangeran Dani.
"Sampeyan Dalem (Pakubuwono XII, red) juga memerintahkan untuk mendoakan seluruh kerabat Keraton Kasunanan, keraton itu sendiri, dan Republik Indonesia."
Pada malam yang sama, rombongan kirab Malam Selikuran versi Gusti Moeng sampai di Kamandungan sekitar pukul 22.32 WIB. Mereka start di kawasan Pagelaran Keraton Kasunanan.