Menangani Karhutla Butuh Sinergi Pusat dan Daerah
jpnn.com, JAKARTA - Musibah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tahun 2015 menjadi pengalaman berharga bagi bangsa Indonesia. Belajar dari peristiwa tersebut, pemerintah bertindak cepat dalam pengendalian karhutla, melalui arahan Presiden RI Joko Widodo, yang tegas dan strategis dalam upaya pencegahan dan penanganan karhutla.
Selama tiga tahun berturut-turut, Presiden Joko Widodo selalu mengumpulkan pimpinan pemerintah daerah (sipil, TNI, dan Polri), dan juga Kementerian/Lembaga terkait dalam rapat koordinasi nasional Pengendalian Karhutla di istana negara. Dalam rapat tersebut, Presiden selalu memerintahkan peningkatan sinergitas para pihak, optimalisasi upaya pencegahan karhutla di tingkat tapak, pelibatan masyarakat dan optimalisasi penegakan hukum.
Selain itu, adanya perubahan paradigma dari pemadaman menjadi pengarusutamaan pencegahan. Arahan tersebut diterjemahkan dalam strategi-strategi, dengan penyiapan sumber daya dan aksi di tingkat tapak, serta mendorong partisipasi semua pihak, termasuk para para pemegang izin di bidang perkebunan dan kehutanan.
Sesuai arahan presiden, sejak tahun 2016 KLHK mulai menggelar kegiatan patroli terpadu pencegahan karhutla, dengan melibatkan unsur Manggala Agni, TNI, Polri, pemerintah daerah, serta masyarakat. Kegiatan patroli terpadu dilaksanakan dengan kegiatan harian berupa deteksi dini, pemadaman dini apabila ditemukan kebakaran, serta peningkatan partisipasi masyarakat dalam pencegahan karhutla, melalui proses perubahan perilaku.
Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, KLHK, Raffles B. Panjaitan, menyampaikan bahwa dengan sinergi para pihak dari pusat dan daerah, jumlah hotspot/ titik panas yang terdeteksi di wilayah Indonesia tahun 2016-2017, terus menurun dibandingkan tahun 2015, begitu juga dengan luasan karhutla.
"Di tahun 2018 ini, kebijakan yang sama sedang dan terus dilakukan dalam pengendalian karhutla. Berbagai upaya baik pencegahan ataupun penanganan, terus ditingkatkan mengingat Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games ke-18, yang membutuhkan jaminan keamanan dari asap dan karhutla," tambahnya.
Kondisi tahun 2018, prediksi BMKG menunjukkan kondisi yang lebih panas dibandingkan dengan tahun 2016 dan tahun 2017. BMKG juga memprediksi munculnya gelombang panas (El Nino) pada bulan Oktober-Desember. Hal ini menyebabkan kondisi yang lebih kering dan panas, pada beberapa provinsi rawan kebakaran di Sumatera dan Kalimantan, dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
"Kondisi ini menuntut peningkatan kesiapsiagaan pemerintah baik di pusat maupun di daerah. Patroli pencegahan dilakukan lebih intensif pada wilayah-wilayah rawan dengan bersinergi bersama para pihak di tingkat tapak", Raffles menerangkan.