Menelaah Manfaat Ekstrak Mimba dan Minyak Selasih untuk Produksi Hortikultura, Ternyata...
Tak hanya itu, pada UU No 12 tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan juga mengatur bahwa perlindungan pertanian dilaksanakan dengan sistem pengelolaan hama terpadu.
“Dikarenakan penggunaaan pestisida kimiawi bisa berdampak pada kesehatan manusia, Kementan tidak lagi menganggarkan pestisida kimiawi. Ini merupakan bukti keberpihakan pemerintah untuk berperan pada lingkungan. Pelaksanaannya menjadi tanggung jawab semua pihak mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, petani, pelaku usaha hingga masyarakat,” papar Inti.
Staf Departemen Proteksi Tanaman IPB, Dadang mengatakan memanfaatkan pestisida alami memiliki sejumlah keuntungan bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Keunggulan ini bersifat jangka panjang dan hampir tidak dimiliki pestisida sintesis atau kimiawi.
“Secara umum pestisida alami mudah terurai dan aman untuk manusia. Resistensi pada hama tergolong lambat dan senyawanya bersifat sinergis. Artinya jika ditambah dengan ekstrak lain bisa berdaya guna berkali lipat. Penggunaan insektisida alami kompatibel dengan strategi lain dalam PHT. Utamanya, pestisida alami bisa dibuat sendiri,” ujar Dadang.
Dadang menerangkan pestisida alami sudah lama digunakan sejak jaman lalu bahkan konon sejak 3000 SM yakni menggunakan bawang putih, ampas zaitun dan mentimun liar. Sejak 1960 bahkan ekstrak azadirakhtin dari tanaman mimba dan pestisida alami mulai dilirik lagi sejak 1985. Bahkan beberapa senyawa aktif juga digunakan untuk bahan pestisida sintetik.
“Mimba sudah lama digunakan sebagai bahan pestisida alami. Hampir semua bagian tanaman ini bisa digunakan, terutama biji. Hampir ada 100 senyawa aktif yang terdapat pada mimba yakni azadirakhtin yang bisa diambil dari kultur jaringan, beberapa senyawa bisa masuk ke jaringan tambahan. Manfaatnya sangat baik itu berbagai jenis hama mulai dari larva kumbang, penggerek batang, wereng, kepik, thrips, lalat buah, kutu perisai, tungau dan beberapa OPT lainnya,” papar Bambang.
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran Agus Susanto menerangkan lalat buah memang sangat merusak produk hortikultura dan memiliki presensi tanaman inang yang inang.
Selain itu lalat buah memiliki kapasitas reproduksi yang sangat tinggi sehingga penyebarannya bisa cepat jika tidak teratasi. Beberapa produk buah lokal sulit menembus pasar ekspor karena terkendala lalat buah ini.