Menelisik Indonesia
Oleh Dr. Lestari Moerdijat, S.S., M.M, Wakil Ketua MPR RIMempertahankan kehidupan berarti melakukan yang terbaik untuk hidup yang lebih damai. Hidup yang menyenangkan, penuh dengan rasa hormat pada integritas dan martabat manusia.
Pada kenyataannya, masih terjadi ragam kekerasan karena perbedaan ideologi atau konflik sosial, konflik kepentingan dengan titik akhir marjinalisasi.
Di titik ini kebijakan inklusif adalah jawaban untuk mengakomodir seluruh anak bangsa tanpa membedakan atas dasar kemampuan atau gender.
Para sahabat difabel sering dilihat sebagai kelompok berkebutuhan khusus sejatinya ketika persepsi diletakkan pada kemampuan berkontribusi, maka para sahabat difabel memiliki kemampuan yang dapat dioptimalkan untuk menyelesaikan ragam persoalan sosial. Bahwa keterbatasan fisik merupakan cara mendobrak kenormalan, memperkaya persepsi berpikir dan bekerja.
Masih lekat dalam ingatan korban kekerasan seksual di beberapa daerah yang berujung pada keputusan bunuh diri karena depresi. Masih terjadi ragam kasus kekerasan seksual yang tak pernah selesai diproses.
Perkosaan merupakan bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan yang paling banyak terjadi di Indonesia sepanjang 2016-2020, yakni 7.338 kasus atau 29,61% dari total kasus kekerasan seksual terhadap perempuan. Bentuk kekerasan seksual paling banyak berikutnya adalah pencabulan, yakni 6.186 kasus (24,96%) dan inses sebanyak 3.318 kasus (13,39%).
Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), per November 2021, kekerasan pada anak di 2019 terjadi sebanyak 11.057 kasus, 11.279 kasus pada 2020, dan 12.566 kasus. Kekerasan yang dialami perempuan, juga mengalami kenaikan.
Manusia sejagat tiba di ujung tahun, nasib RUU TPKS tak jelas ujungnya. Membiarkan RUU TPKS tak diakomodir pimpinan DPR RI adalah sinyal butanya nurani.