Mengenal Tukirin Partomihardjo, 34 Tahun Meneliti Biota Krakatau
Bertiga Nyaris Mati Dihujani Batu BerapiKarena objek penelitiannya adalah lingkungan gunung yang aktif, tidak jarang Tukirin harus berhadapan dengan letusan-letusan Krakatau. Dia mengaku sudah berkali-kali harus berhadapan dengan fenomena erupsi anak Gunung Krakatau. ’’Kalau mau dihitung 10 kali (berhadapan dengan letusan anak Gunung Krakatau) juga ada,’’ ujarnya, lalu tertawa.
Salah satu letusan Krakatau yang masih terkenang sampai saat ini adalah letusan pada 1999. Saat itu, Tukirin bersama ahli vulkanologi Indonesia, Gede Swastika, mendampingi kru dari Zebra Film. Kru film asal Australia tersebut bermaksud mendokumentasikan aktivitas letusan Krakatau. Selama lima hari pertama, kru hanya mengabadikan letusan Krakatau dari Pulau Sertung, tidak jauh dari lokasi erupsi.
’’Setelah letusan mereda, kru ingin masuk ke lokasi erupsi, mendokumentasikan dampak letusan di sekitar lokasi,’’ ungkap Tukirin.
Malam sebelum bertolak, Swastika selaku ahli vulkanologi melakukan observasi. Disimpulkan bahwa besok anak Gunung Krakatau aman untuk didatangi. Sebagai tim awal, berangkatlah Swastika, Tukirin, bersama juru kamera Zebra Film yang bernama Simon ke lokasi.
’’Kami tiba untuk mengecek letusan terjauh mencapai area mana. Nanti kru film tidak melampaui batas itu,’’ paparnya.
Paginya, tiga orang itu mendarat dengan speedboat. Speedboat kemudian menunggu di tengah laut saat mereka melakukan observasi lapangan. Tim kecil itu lalu berpencar. Swastika dan Simon ke kanan, sedangkan Tukirin melangkah ke kiri.
’’Setengah jam saya mengecek wilayah erupsi, termasuk vegetasinya. Tiba-tiba terdengar suara dhuaaar...! Letusan besar sekali,’’ ujar Tukirin.
Krakatau meletus saat tiga orang itu masih berada di pulau tersebut. Tukirin melihat ratusan batu meluncur cepat dari atas kawah Krakatau. Dia pun bingung. Sebab, sebelum berpencar, tidak ada brifing bila tiba-tiba Krakatau meletus.