Mengentaskan Kemiskinan Melalui Pendidikan
Oleh: Fransiscus Go, Pemerhati Pendidikan dan KetenagakerjaanPendidikan Tinggi dan Vokasi
Mahalnya biaya pendidikan tinggi membuat tidak semua anak mampu melanjutkan pendidikan tinggi. Terlebih lagi, ekonomi orang tua akan mempengaruhi akses anak terhadap pendidikan tinggi. Meskipun pemerintah sudah menawarkan beragam beasiswa, namun angka partisipasi anak menempuh pendidikan tinggi di NTT belum mengalami lonjakan yang berarti.
Alternatif lain yang bisa ditempuh untuk mendapatkan skill mumpuni adalah sekolah vokasi. Sekolah vokasi adalah pendidikan tinggi yang menunjang penguasaan keahlian terapan tertentu, mencakup diploma (D1-D4 dan sarjana terapan).
Lulusan dari sekolah vokasi lebih mudah mendapatkan pekerjaan dan biaya pendidikannya tidak semahal pendidikan tinggi untuk jenjang S-1. Contoh bidang sekolah vokasi yang bisa dipilih adalah penyiaran, pariwisata, administrasi perkantoran, perpajakan, analisis medis, radiologi, dan sebagainya.
Sekolah kedinasan juga bisa menjadi alternatif pilihan pendidikan yang tempuh oleh lulusan SMA. Sekolah kedinasan adalah lembaga pendidikan yang melatih calon pegawai negeri sipil (PNS) atau calon anggota dinas tertentu. Sekolah kedinasan biasanya dinaungi kementerian atau lembaga pemerintahan.
Lulusan sekolah kedinasan menerima sertifikat atau gelar terkait kualifikasi mereka. Ada sekolah kedinasan yang gratis, bahkan memberikan uang saku bulanan pada siswanya. Akses informasi terkait sekolah kedinasan seperti ini tentunya patut diperluas sehingga siswa SMA/SMK mengetahui dan mempertimbangkannya sebagai alternatif pendidikan.
Ketika seseorang memiliki pendidikan yang cukup, wawasannya tentu juga bertambah. Ia memiliki pilihan kesempatan pekerjaan yang lebih baik dan tidak lagi memandang sebagai PMI sebagai satu-satunya pekerjaan yang memberi gaji besar. Dengan demikian, pendidikan yang memadai bisa dijadikan salah satu cara pemerintah untuk mengurangi angka TPPO di NTT. Mari memperluas kesempatan pendidikan dan akses informasi bagi seluruh masyarakat.***
Penulis: Fransiscus Go, Pemerhati Pendidikan dan Ketenagakerjaan