Mengintip Isi Gedung Rupbasan di Sebelah Kuburan Tionghoa
Kata Friyanti berdasarkan perintah presiden, secepatnya diminta Menkumham untuk menyikapi berbagai persoalan terkait barang sitaan atau barang rampasan. Disitulah Menkumham kemudian melaksanakan untuk menata kembali benda-benda sitaan agar dikelola dalam satu pintu.
Namun untuk syarat barang boleh dititipkan adalah bila telah mengantongi penetapan dan persetujuan dari pengadilan saat barang disita yang ditandatangani ketua pengadilan. Hanya kata wanita yang memiliki suami seorang dokter ini hingga kini belum ada regulasi yang menjelaskan tentang batas waktu sampai kapan barang sitaan atau barang rampasan ini boleh diparkir di Rupbasan.
Yang jadi persoalan lain adalah kadang kala barang sitaan sudah mengantongi putusan pengadilan yang inkrah namun tak kunjung dieksekusi. Harusnya bila sudah inkrah maka barang harus segera dieksekusi (dilelang) mengingat bila terus ditunda maka akan terjadi penyusutan dari nilai ekonomis barang tersebut.
“Karena tak ada batas waktu ini juga akhirnya barang yang inkrah tak kunjung diambil dan mengalami penyusutan, nilai ekonomisnya berkurang,” paparnya.
Bahkan lanjut Friyanti ada juga barang kayu olahan yang dititip sejak tahun 2008 dan sudah mengantongi putusan namun tak kunjung diambil. Hasilnya adalah tumpukan kayu yang bernilai jutaan ini hancur dan rusak. “Untuk koordinasi selalu kami lakukan, kalau sudah menerima tembusan putusan, kami juga bersurat untuk para pihak segera mengeksekusi, tapi nyatanya banyak yang tidak menindaklanjuti dan akhirnya barang rusak. Ini sebenarnya kerugian negara juga dan karena itulah presiden mendorong lahirnya Rupbasan ini,” imbuhnya. (*/tri/adk/jpnn)