Menteri Siti Dorong Pengembangan Hutan Tanaman Industri untuk Bioenergi
Teknologi mikrohidro di kawasan konservasi memanfaatkan aliran sungai. Teknologi ini telah memberikan manfaat kepada 29.285 kepala keluarga di 16 desa sekitar kawasan konservasi. Selain di kawasan konservasi, dunia usaha atau para pemegang izin pemanfaatan jasa lingkungan air juga telah ada yang berkontribusi membangun pembangkit listrik mikrohidro.
Sebanyak 7 unit pemegang ijin, terdapat 2 unit yang telah membangun mikrohidro yaitu di kawasan Taman Naional (TN) Kerinci Seblat sebesar 6 MW dan TN Manupeu Tanadaru-Laiwangi Wanggameti sebesar 1,6 MW.
Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Kementerian LHK hingga saat ini telah membangun 31 unit mikrohidro yang memberi manfaat pada 1.731 kepala keluarga di 28 desa sekitar kawasan hutan.
Dukungan lainnya agar EBT tercipta adalah mendorong pemanfaatan sampah menjadi energi listrik. Diperkirakan, total sampah yang bisa diolah mencapai 16 ton per hari, untuk menghasilkan listrik sebesar 234 MW.
Beberapa lokasi percepatan pembangunan fasilitas Pembangkit Listrik Teknologi Sampah (PLTSa) antara lain Palembang, Kota Tangerang, Tangerang Selatan, DKI Jakarta, Kota Bekasi, Bandung, Semarang, Surakarta, Denpasar, Surabaya, Manado dan Makassar.
Potensi EBT lainnya adalah panas bumi atau geothermal yang di Indonesia mencapai hingga sebasar 14.961 MW. Jumlah tersebut, sebesar 12.705 MW berada di kawasan konservasi yang menyebar di 18 Provinsi yaitu Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan Maluku.
Melihat potensi EBT yang sangat besar di Indonesia, Menteri Siti mengharapkan penciptaan dan pemanfaatan EBT di Indonesia dapat meningkat hingga sebesar 50 persen pada tahun 2050, agar penggunaan bahan bakar fosil seperti batubara dapat berkurang hingga 50 persen pada tahun yang sama.
Menteri Siti menegaskan pada dialog kali ini Indonesia termasuk negara yang cukup baik dalam upaya pengendalian perubahan iklim. Tren positif Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim dibuktikan dengan keberhasilan kinerja pengurangan emisi GRK periode 2014-2016 dengan volume pengurangan emisi sekitar 20,3 juta ton CO2e.