Merdeka Udara
Oleh: Dahlan IskanSejak tahun tertentu itu, secara teknis Indonesia sudah mampu. Udara Batam, Bintan, sampai Natuna bisa di tangani Indonesia. Tapi tetap saja masih dipandang rendah di mata Singapura dan internasional.
Negosiasi dengan Singapura pun dilakukan. Alot. Makan waktu dan perasaan. Singapura selalu menggunakan senjata kecanggihan sistem dan peralatan mereka. Keselamatan penerbangan sipil internasional selalu jadi tameng yang ampuh.
Negosiasi terakhir, sepanjang pengetahuan saya terjadi bulan Maret 2019. Sebelum ada Covid-19. Pihak Singapura mengajukan draf perjanjian. Saya lihat draf itu sudah diparaf tiga pihak.
Apakah draf itu yang ditandatangani Presiden Jokowi dengan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong Selasa kemarin?
Semoga bukan itu. Semoga draf dari Singapura itu sudah diperbaiki. Terutama pasal 4-nya. Juga pasal 2. Termasuk pasal 6.
Draf itu masih menyebut adanya lapisan langit pertama dan langit kedua. Yang di bawah 20.000 kaki menjadi urusan Indonesia. Langit kedua masih diurus Singapura.
Itu draf yang saya baca. Dibuat tahun 2019. Lalu Covid. Saya tidak tahu apakah selama Covid ada pembicaraan untuk menyempurnakan draf tersebut.
Kalau pembagian langit itu tidak ada, Indonesia menjadi berdaulat penuh. Kedaulatan menggendong tanggung jawab. Ketika kedaulatan pindah ke Indonesia, tanggung jawab ikut pindah ke Indonesia.