Minggat Kunci Sukses Nasir
Oleh Dahlan IskanItu terjadi di Kabupaten Berau. Paling utara Kaltim. Yang kini maju sekali. Sejak bupatinya berani membangun bandara. Sepuluhan tahun lalu.
Sejak itu Berau berubah. Tidak perlu lagi ke sana naik kapal. Dari Samarinda maupun dari Balikpapan.
Saya ingat ketika pertama ke Berau. Landasannya masih rumput. Pesawat yang ke sana berbaling satu. Isinya empat orang.
Sebelum terbang, pilotnya minta tolong saya: putarkan baling-balingnya. Dengan tangan saya. Sambil kaki jinjit. Saya sedikit kurang tinggi.
Berau masih seperti itu. Kurang lebih. Ketika Haji Nasir Junaid tiba dari kampung halamannya: Barru, Sulsel.
Ia pasti tidak akan mau ke Berau. Kalau hatinya tidak sakit. Sakit sekali. Saat ia masih berumur 19 tahun. Saat Nasir belum lama tamat sekolah: STM Pembangunan di Makassar.
Pulang dari Makassar ia membantu ayahnya: jual beli ikan. Ayahnya memang nelayan tapi sambil berdagang ikan. Membeli ikan sesama nelayan. Menjualnya ke pasar.
Suatu saat Nasir diminta ayahnya menagih ke para pelanggan. Salah satunya tidak mau bayar: kakak sulungnya sendiri.