MPR Serap Aspirasi Masyarakat Kalimantan Tengah Soal Amendemen UUD 1945
“Pimpinan MPR juga melakukan sosialisasi untuk mendengar aspirasi masyarakat,” paparnya. Apapun pendapat yang ada, baik pro atau kontra semua dicatat oleh MPR. Dengan komunikasi yang transparan, keputusan yang diambil akan membuat masyarakat menjadi tentram.
Diceritakan kepada peserta, haluan negara pertama kali dicetuskan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1957 berlanjut hingga pada masa Presiden Soeharto dan berakhir pada awal masa reformasi setelah UUD diamendemen.
“Namun hal itu sekarang ingin dihidupkan kembali,” ujar Syarief Hasan.
Keinginan untuk menghidupkan kembali GBHN menurutnya ada anggapan masyarakat yang menyatakan pembangunan yang dilakukan selama ini tidak nyambung atau tidak terkoneksi. Selama ini antara pemerintah pusat dan daerah serta antara kepala daerah sebelum dan sesudahnya, juga antar Presiden sebelum dan sesudahnya, dalam pembangunan tidak berkesinambungan. Dengan adanya GBHN diharap jurang itu bisa ditutupi. “Selain itu ada anggapan tak adanya GBHN membuat sering gonta – ganti kebijakan”, paparnya.
Untuk itu Syarief Hasan menegaskan dalam memberikan masukan perlu dilakukan secara ilmiah, analisis, dan berdasarkan fakta di lapangan. “Acara seperti ini akan dicatat sejarah bahwa ini merupakan bagian perjalanan demokrasi di Indonesia,” ucapnya.
Menanggapi dinamika dari pertemuan yang mulai digelar pukul 14.00 WIB, ia mengikuti satu persatu saran dan pendapat atas topik bahasan dalam pertemuan. Menurut pria asal Sulawesi itu, semua pandangan masyarakat Kalimantan Tengah yang hadir dalam kegiatan itu akan dicatat dan dijadikan dokumen resmi MPR untuk bahan pengambilan keputusan.
“Masukan dan pendapat yang ada memperkaya proses pengambilan keputusan soal amandemen dan GBHN”, paparnya. “Saya mencatat semua yang disampaikan tadi,” tambahnya.(jpnn